Kisah Nenek Ramlia, Rela Makan Pisang Bakar Demi Biaya Sekolah Cucu

Kisah Nenek Ramlia, Rela Makan Pisang Bakar Demi Biaya Sekolah Cucu
TULANG PUNGGUNG: Nenek Ramlia Lanoni, 70, (kiri) saat ditemui di rumahnya, Sabtu (17/6). Foto: SAMSUDIN CHALIL/MALUT POST

Ketika mendengar cucu perempuannya dititipkan ke orang, Nenek Ramlia tak sampai hati. Ia lalu menuju Mira untuk mengambil cucunya.

Sejak itu, Rifani hidup bersama sang nenek. "Saya tidak mau dia dipelihara orang lain," katanya.

Sejak memutuskan mengasuh Rifani, Ramlia harus banting tulang memenuhi kebutuhannya. Apalagi ketika Rifani masuk bangku sekolah.

Saat ini, siswa SD Wewemo itu sudah duduk di bangku kelas VI. "Tahun depan sudah ujian," ujar Ramlia.

Pendapatannya sebagai petani tak seberapa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah Rifani pun kadang tak cukup. Ongkos sekolah diutamakan, makan seadanya.

"Makan pun kadang kami numpang di tetangga. Kalau tidak, saya dan cucu makan pisang bakar saja," akunya.

Meski kondisi ekonominya serba terbatas, Ramlia tak ingin cucunya putus sekolah. Karena itu, ia tak keberatan mati-matian banting tulang. Setidaknya, Rifani bisa sekolah hingga bangku SMA.

Menurut Ramlia, jika Rifani tak sekolah, maka ia akan mudah dibodohi seperti dirinya yang buta huruf.

Ramlia Lanoni, 70, bertekad menyekolahkan cucunya yang ditinggal orang tua. Menjadi tulang punggung, banyak hal yang harus ia korbankan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News