Kisah Pak Guru Honorer Nyambi jadi Pemulung

Kisah Pak Guru Honorer Nyambi jadi Pemulung
Mursidi, guru honorer SMPN 1 Montong Gading, Lombok Timur yang merangkap sebagai seorang pemulung. Foto: Fathul/Lombok Post

Melakoni sebagai pemulung dan pedagang keliling, sekaligus guru, Mursidi ingin menunjukkan dirinya yang sarjana tidak malu melakukan pekerjaan itu. Menjadi sarjana bukan berarti gengsi melakukan pekerjaan yang dinilai hanya untuk orang tidak berpendidikan.

Justru dengan pendidikan tinggi itu, pekerjaan itu bisa bernilai lebih. Mursidi tidak sekadar membeli dan menjual barang bekas, tapi dia juga membantu ratusan warga kurang mampu.

Mengubah sampah jadi duit. Sehari perputaran uang dari barang yang dijual, sampah yang dikumpulkan, produksi olahan makanan titipan anggota kelompok usaha bisa mencapai Rp 1.000.000.

“Saya sebagai perantara produk teman-teman di sini ke kios,’’ katanya.

Mursidi juga terus mencari informasi bisnis baru. Belakang ini dia dan istrinya mencoba memproduksi tempe sendiri. Mencari referensi tentang usaha tempe, dan Mursidi akan mencoba memasarkannya.

Sebagian besar barang yang dijual Mursidi memang diambil dari distributor, tapi kelak dia berharap barang yang dijual adalah produksi warga di desanya. Untuk itu Mursidi selalu membaca peluang bisnis baru.

Mencoba usaha itu, dan jika berhasil, dia senang jika ada orang lain mengikuti. Seperti menabung dengan sampah yang awalnya diikuti satu atau dua orang tetangganya.

Kini merembet ke desa lainnya di Kecamatan Montong Gading. Langkah kecil dari Dusun Pesanggrahan kini meluas menjadi kecamatan. (*r4)

Mursidi, 26, melakoni pekerjaan sebagai guru sekaligus staf tata usaha. Pulang sekolah berganti kostum, menjadi pemulung yang merangkap pedagang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News