Kompor 450

Oleh: Dahlan Iskan

Kompor 450
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Di negara maju, dirut PLN-nya tidak ada yang tidak hafal tingkatan tarif –karena di sana tidak ada pembatasan listrik. Tidak ada pertanyaan ''mau nyambung listrik yang berapa VA''. Sambung saja.

Kalau mau hemat ya harus disiplin sendiri. Berapa yang Anda pakai itulah yang Anda bayar.

Pelanggan yang 900 VA lebih banyak lagi: 35 juta orang. Dari jumlah itu ada juga yang menerima subsidi: 8 juta orang.

Bisa dibayangkan hebohnya. Kalau yang 450 VA dihapus: 24,5 juta orang.

Memang seperti tidak masuk akal. Di zaman ini sebuah rumah cukup dialiri listrik 450 VA. Padahal zaman sudah serba elektronik.

Semua alat butuh listrik: pompa air, TV, rice cooker, kulkas, setrika... Tetapi orang juga mulai bisa berhemat: saat menyetrika, misalnya, alat pemakan listrik lainnya dimatikan.

Saya tidak tahu sejarah: sejak kapan sistem 450 VA itu diterapkan. Rasanya sejak zaman Belanda.

Zaman itu pembatasan dilakukan bukan karena miskin. Yang bisa mendapat listrik adalah orang kaya. Motifnya lebih pada kekurangan listrik.

Menggalakkan kompor listrik saja hebohnya bukan main. Padahal modernisasi penyaluran energi ke semua dapur rumah di Indonesia seharusnya sudah tak bisa ditunda.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News