Korupsi Proyek APBD Bakal Lebih Menjamur

Korupsi Proyek APBD Bakal Lebih Menjamur
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso. Foto: dok.JPNN

JAKARTA - Pemilihan kepala daerah lewat DPRD diprediksi bakal membuat korupsi proyek yang bersumber pada APBD tumbuh subur. Pasalnya kepala daerah terpilih akan memiliki "hutang budi" pada partai politik legislatif yang memilihnya.
            
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso menyebutkan dari fakta persidangan selama ini terungkap adanya modus kongkalikong antara pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan legislatif terkait proyek-proyek yang dibiayai APBD.
       
"Sehingga tak mengherankan jika banyak juga anggota DPRD yang akhirnya tersangkut korupsi dan berlanjut pada pencucian uang," ujar Agus dalam perbincangan dengan Jawa Pos.
       
Oleh karena itu jika pemilihan kepala daerah lewat DPRD, maka proses rektrutmen kepala daerah harus ketat. Penilaian integritas calon kepala daerah harus nomer satu.

"Mengingat yang mereka pilih ini pimpinan daerah. Kalau kepala daerah itu korup, maka birokrasi yang dipimpinnya juga akan rusak," ujar Agus.
            
Selain itu Agus menilai proses demokrasi juga akan tercoreng, khususnya delegitimasi terhadap kepala daerah itu sendiri. Kewenangan yang seringkali dijadikan modus korupsi oleh kepala daerah antara lain markup pengadaan barang atau jasa, mark down penerimaan daerah, dan suap berbagai perizinan.
       
Bidang-bidang yang sangat rentan terjadinya korupsi ialah kehutanan, perkebunan, dan minerba. Penyalagunaan kewenangan itu bisa berjalan mulus jika terjadi kongkalikong dengan legislatif. Saat ini PPATK telah menyerahkan sekitar 20 laporan hasil analisis atau LHA.
       
Laporan itu berisi analisa transaksi mencurigakan yang melibatkan legislator incumbent yang terindikasi korupsi dan melakukan pencucian uang. Laporan tersebut telah diserahkan PPATK ke KPK. Dari LHA itulah KPK biasanya melakukan pendalaman dan membuka penyelidikan.
       
Pengesahan RUU Pilkada di parlemen beberapa waktu lalu memang telah mengundang protes luas sejumlah kalangan. Terkait hal tersebut, mulai muncul dorongan agar Presiden SBY membatalkan UU tersebut dengan mengeluarkan dekrit presiden.
       
"Demi kepentingan masyarakat Indonesia dan sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat maka Presiden bisa saja menggunakan wewenangnya untuk menyelamatkan demokrasi ini," kata Ketua Koordinator Bidang Politik Rumah Koalisi Indonesia Hebat (RKIH) Toto Suryawan Sukarno Putra, di Jakarta, kemarin.
       
Menurut dia, presiden memiliki alasan yang kuat mengeluarkan dekrit. Pasalnya, UU Pilkada yang sudah disahkan tersebut sangat berpengaruh dengan kehidupan berdemokasi di Indonesia.

Selain itu, tambah dia, sebagian warga Indonesia juga telah jelas-jelas tidak setuju ketika pilkada dilaksanakan melalui DPRD.
       
"Presiden harus menyelamatkan kekacauan demokrasi saat ini dan ke depan nanti, karena sudah tercium adanya sandiwara politik yang dilakukan oleh segelintir orang untuk kepentingan kelompok maupun organisasi," imbuhnya.
       
Dia menambahkan, masyarakat saat ini sudah cerdas. Publik, tambah dia, tidak lagi bisa dibohongi dan tahu pihak-pihak mana saja yang menjadi biang keladi dibalik keinginan mengembalikan pilkada ke DPRD.

"Sambil menunggu inisiatif presiden mengeluarkan dekrit, kami juga akan melakukan Judicial Review," tegasnya. (gun/dyn/bay)


JAKARTA - Pemilihan kepala daerah lewat DPRD diprediksi bakal membuat korupsi proyek yang bersumber pada APBD tumbuh subur. Pasalnya kepala daerah


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News