KPK Ingkar Janji Terapkan Sangkaan Pasal Hukuman Mati Kepada Juliari Cs

KPK Ingkar Janji Terapkan Sangkaan Pasal Hukuman Mati Kepada Juliari Cs
Koordinator TPDI Petrus Selestinus. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara, dkk tersangka korupsi proyek bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kemensos, saat ini bisa tersenyum semringah. Pasalnya, KPK hanya mengenakan sangkaan pasal suap pelaku penerima, sesuai ketentuan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Ardian dan Harry ditempatkan selaku pihak pemberi suap hanya dikenakan sangkaan pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Alasan KPK, mengapa Juliari P. Batubara dkk, hanya dijerat dengan pasal suap juga aneh, karena semua unsur pidana dan syarat bukti permulaan yang cukup sudah terpenuhi, sehingga dengan demikian, KPK dipastikan tidak akan menerapkan pasal pidana mati sesuai harapan publik dan komitmen Firli Bahuri, Ketua KPK,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis pada Senin (21/12/2020).

Padahal, menurut Petrus, sesuai temuan penyidik KPK, diperoleh fakta bahwa kebijakan untuk korupsi dana bansos pandemi covid-19, didesain oleh Juliari P Batubara dkk dengan merekayasa pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) dan beberapa PT lainnya, pada Juli dan Agustus 2020. Pendirian PT itu diduga sebagai sarana untuk menyamarkan korupsi dan sekaligus pencucian uang.

KPK Dari Galak Berinvolusi Jadi Loyo

Petrus mengatakan jika KPK akhirnya hanya berhenti pada penerapan pasal suap sebagai patokan, lantas mengabaikan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, hal ini pertanda KPK sedang berinvolusi menuju ke arah kemerosotan sistemik, dari semangat OTT untuk menerapkan hukuman mati, serta merta merosot hanya menerapkan pasal suap dengan ancaman pidana ringan.

Petrus yang juga Advokat Peradi ini mengatakan dalil KPK ini bisa melahirkan dugaan bahwa KPK sedang bermain dalam rana simbiosis mutualisme dengan kekuatan tertentu, KPK diduga memiliki agenda terselubung untuk meloloskan pelaku dari ancaman pidana mati.

“Publik bisa bertanya ada apa dengan KPK, ko berubah dari galak mau menghukum mati, lalu merosot dan loyo hanya kenakan pasal suap yang ancaman pidananya ringan,” katanya.

Penerapan pasal ancaman hukuman mati sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagai suatu keniscayaan karena unsur, melawan hukum, menguntungkan diri sendiri dan orang lain, kerugian negara dan unsur terjadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News