Krisis Tol

Oleh: Dahlan Iskan

Krisis Tol
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pemerintah tidak mau tahu lagi: seluruh pemilik tambang harus menyerahkan 25 persen produk mereka ke BLU. Berarti BLU akan punya stok batu bara dalam jumlah puluhan atau ratusan juta ton.

Mungkin BLU akan membangun stok pile –gudang terbuka batu bara yang mahaluas. Berarti, BLU juga harus membangun pelabuhan besar. Ini menyangkut biaya triliunan rupiah. Atau BLU menyewa saja fasilitas seperti itu. Baik di lokasi milik penambang sendiri atau di gudang-gudang milik PLN. Atau milik siapa pun.

Saya harus akui ide BLU itu bagus –kalau dilaksanakan sejak 15 tahun lalu. Fasilitas itu bisa sekaligus untuk blending batu bara. Batu bara yang sangat baik dicampur dengan yang kurang baik: menghasilkan batu bara baik. Juga batu bara yang punya standar mutu yang konsisten.

Sekali lagi investasinya sangat besar: termasuk mesin-mesin blender raksasa.

Berarti, BLU mendapat batu bara itu dengan harga beli USD 70. Lalu BLU-lah yang menjual ke PLN. Dengan demikian PLN tidak perlu lagi punya anak usaha batu bara. Juga tidak perlu lagi ada divisi pembelian batu bara.

Kalau memegang angka tahun lalu, jumlah produksi batu bara Indonesia 600 juta ton. Kalau DMO-nya 25 persen berarti BLU akan menerima batu bara 150 juta ton.

PLN hanya memerlukan sekitar 125 juta ton. Berarti BLU bisa mengekspor selebihnya: 25 juta ton. Dengan harga internasional. Maka, BLU akan mendapat laba luar biasa besar: sekitar Rp 40 triliun setahun.

Kalau harga batu bara tetap seperti sekarang. Duh besarnya. Hahaha SWF bisa tiba-tiba memutar uang itu untuk proyek apa saja –asal jangan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Itu menunjukkan Presiden Jokowi tidak ragu-ragu menjatuhkan hukuman drastis secara mendadak. Namun, presiden juga realistis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News