Kuadriliun

Dhimam Abror Djuraid

Kuadriliun
Prabowo Subianto. Foto: Ricardo/JPNN

Anggaran sebesar Rp 1,7 kuadriliun ini meliputi akuisisi alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam) sebesar USD 79.099.625.314, pembayaran bunga tetap selama lima renstra sebesar USD 13.390.000.000, dan dana kontingensi serta pemeliharaan dan perawatan alpalhankam sebesar USD 32.505.274.686.

Di tengah kondisi yang serba prihatin sekarang ini jumlah ‘sak ndayak’ itu tentu menjadi perhatian banyak orang. Jumlah itu terlihat fantastis karena merupakan akumulasi program 25 tahun ke depan sampai 2044.

Yang menjadi pertanyaan utama adalah dari mana mendapatkan dana sebesar itu. Kalau anggaran itu dibiayai melalui utang luar negeri, bisa dibayangkan bengkaknya utang Indonesia yang sekarang sudah menumpuk sampai Rp 10 ribu triliun.

Kontroversi ini menjadi dilematis karena Indonesia baru saja mengalami tragedi tenggelamnya kapal selam Nanggala 402.

Tragedi itu kemudian membeber kelemahan sistem pertahanan Indonesia, karena kapal selam itu sudah berusia lebih dari 30 tahun melebihi masa operasionalnya yang normal. Selain itu sistem perawatan kapal selam itu juga tidak optimal.

Muncul desakan agar pemerintah serius dalam memperbaiki sistem pertahanan negara. Prabowo kemudian bergerak dengan membuat proposal yang memunculkan angka ‘sak ndayak’ itu.

Bersamaan dengan itu muncul isu mengenai beroperasinya mafia pembelian senjata di TNI. Ada nama yang dimunculkan oleh pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie.

Nama itu diidentifikasi sebagai Mr M. Disebutkan juga bagaimana seluk-beluk praktik mafia dalam pengadaan senjata di TNI.

Seorang jenderal di lingkungan Kemenhan, sebut Connie, menjadi operator industri pertahanan bayangan itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News