Kumpulkan Warga, Harus Cari Satu Per Satu ke Hutan
Senin, 08 April 2013 – 16:32 WIB
Lukas menceritakan, warga Kampung Jokbijoker diperkirakan 50 KK (kepala keluarga). Dia tidak bisa memastikannya karena rumah yang berdiri berdekatan hanya sekitar 20 rumah. Selebihnya tinggal berjauhan hingga ratusan meter. Bahkan, ada warga yang memilih hidup terpencil, menyendiri dengan keluarga di dalam hutan.
Dalam satu KK, lanjut Lukas, ada yang memiliki anak hingga 10 orang. Dalam satu kampung itu, hanya Lukas yang bisa berbahsa Indonesia. Itu pun terpatah-patah. Maklum, mereka sama sekali tidak tersentuh pendidikan.
Jangankan bahasa Indonesia, status sebagai rakyat pun banyak yang tidak tahu. Menurut Lukas, di antara warga bahkan ada yang sempat bertanya, apakah kampung mereka sudah tercatat di pemerintahan atau belum. "Saya jawab sudah di-SK-kan. Tapi, mereka balik tanya, kalau sudah, kenapa tidak dapat bantuan pelayanan kesehatan," ujar Lukas menirukan jawaban warga.
Menjawab pertanyaan itu, Lukas sempat menyampaikan penawaran. Dia mengajak warga pindah ke kawasan yang dekat dengan Sausapor. "Tapi, mereka tidak mau," tuturnya.
Warga tiga kampung di Kabupaten Tambrauw, Papua Barat, yang terserang busung lapar dan wabah penyakit sempat mengungsi ke Kampung Bikar. Saat ini
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor