Lakpesdam PBNU: PP 109 Membatasi Perkembangan Petani Tembakau

Lakpesdam PBNU: PP 109 Membatasi Perkembangan Petani Tembakau
Petani tembakau. Foto: JPG/Pojokpitu

jpnn.com, JAKARTA - Hasil riset LAKPESDAM-PBNU terkait dampak kebijakan pertembakauan dan PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, mengkonfirmasi kekhawatiran yang ada di masyarakat Industri Hasil Tembakau (IHT).

Selain menciptakan persoalan baru, regulasi ini telah membatasi gerak petani daerah yang mayoritas warga Nadliyin untuk tumbuh dan berkembang.

Peneliti LAKPESDAM PBNU, Hifdzil Alim menjelaskan tembakau sudah ada sejak lama di negara ini kemudian ditekan konsumsinya dengan berbagai kebijakan yang berlapis.

Ini yang mendasari LAKPESDAM untuk melakukan penelitian tentang implementasi kebijakan-kebijakan di bidang pertembakuan dan dampaknya bagi petani tembakau di daerah.

“Tembakau menghidupi masyarakat dan menyumbangkan pendapatan yang signifikan bagi negara dari sisi cukai, penyerapan tenaga kerja, serta menjadi elemen penting untuk menggerakkan perekonomian dan pembangunan di daerah. Kami mendapati fakta bahwa belum ada komoditas ataupun industri lain yang dapat setara kontribusinya selain tembakau,” jelas Hifdzil pada kegiatan diseminasi “Kebijakan Pertembakauan dan Dampaknya terhadap Petani dan Industri Hasil Tembakau (IHT), Implementasi PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan” yang dilaksanakan di Jakarta (26/7).

Lebih lanjut Hifdzil mengungkapkan, implementasi PP 109 Tahun 2012 terbukti sangat dirasakan dampaknya oleh para petani tembakau dan IHT, karena banyaknya pembatasan-pembatasan dalam produksi, pengolahan, pemasaran, dan konsumsi produk tembakau. Tidak hanya itu, timbulnya ketidakpastian usaha karena lemahnya akses informasi bagi para petani.

Selain petani, dampak juga dirasakan oleh IHT seperti di Pamekasan terjadi  tren penurunan yang signifikan terhadap IHT, dimana saat ini hanya ada 45 perusahaan dan sebelumnya ditahun 2012 terdapat 272 perusahaan.

Kondisi IHT di Rembang yang merupakan salah satu daerah produksi tembakau terbanyak di Jawa Tengah, dengan maraknya kampanye anti rokok, berbagai kebijakan dalam sektor IHT mulai dimatisurikan secara perlahan.

Peneliti LAKPESDAM PBNU, Hifdzil Alim menjelaskan tembakau sudah ada sejak lama di negara ini kemudian ditekan konsumsinya dengan berbagai kebijakan yang berlapis

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News