Larangan Ekspor Minyak Goreng Kebijakan Emosional?

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Rafli menganggap kebijakan pemerintah yang melarang ekspor crude palm oil (CPO) dan minyak goreng hanya emosional dan diputuskan secara terburu-buru.
"Kasusnya serupa kebijakan setop ekspor batu bara, sangat terkesan emosional," kata Rafli dalam keterangan persnya, Senin (25/4).
Menurut legislator Daerah Pemilihan I Nangroe Aceh Darussalam itu, industri dalam negeri berpotensi tidak bisa menyerap semua produksi CPO dan minyak goreng apabila pemerintah melarang ekspor.
Akibatnya, kata dia, semua pihak bakal merugi dengan kebijakan larangan ekspor tersebut. "Perlu dievaluasi," kata Rafli.
Terlebih lagi, data mantan Anggota DPD RI itu menyatakan bahwa produksi minyak goreng 2021 mencapai 20,22 juta ton.
Sebanyak 5.07 ton atau 25,05 persen digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemudian sebesar 15,55 juta ton atau 74,93 persen untuk keperluan ekspor.
Rafli menyebut pemerintah sebenarnya perlu mengakomodasi siklus perdagangan ketimbang melarang ekspor ketika rezim Joko Widodo (Jokowi)-Maruf pengin menjaga stabilitas minyak goreng di pasaran.
"Bukan serta merta stop ekspor, itu bukan solusi menyeluruh," ungkap Rafli.
Larangan ekspor minyak goreng dinilai sebagai kebijakan emosional yang merugikan banyak pihak
- Jadi Pelopor AI, BINUS University Dorong Ekosistem Kerja Kreatif Berbasis Teknologi
- Epson Mobile Projector Cart Raih Penghargaan Best of the Best di Red Dot Design Awards 2025
- PGE Raih Pendapatan USD 101,51 Juta di Kuartal I 2025, Dorong Ekosistem Energi Berkelanjutan
- Smelter Merah Putih PT Ceria Mulai Produksi Ferronickel
- ABM Investama Tunjukkan Resiliensi-Komitmen ESG di Tengah Tantangan Industri 2024
- Peringatan Hari Bumi 2025, PalmCo Atur Strategi untuk Percepat Net Zero Emisi