Legislator Kritik Penggunaan DTKS untuk Aliran Subsidi Listrik 2022

Legislator Kritik Penggunaan DTKS untuk Aliran Subsidi Listrik 2022
Legislator Komisi VII menyoroti penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) untuk acuan kucuran subsidi listrik. Foto dok PLN

Sebaliknya, lanjutnya, saat ini pemerintah perlu memberikan pemihakan kepada mereka yang tidak mampu, yakni mereka yang terpinggirkan akibat proses pembangunan yang belum ideal.

"Sesuai dengan Sila Kelima Pancasila, pembangunan mestinya mampu memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ucapnya.

Oleh karena itu, Mulyanto tidak setuju penggunaan basis data dari DTKS sebagai dasar pemberian subsidi listrik.

Berdasarkan catatan BPK dan KPK ungkap Mulyanto ada beberapa hal yang sangat krusial terkait DTKS.

"BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 menyimpulkan bahwa DTKS yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial kurang akurat untuk dijadikan dasar penyaluran bansos," ungkap Mulyanto.

Kemudian, lanjut Mulyanto, KPK menilai DTKS yang berdasar pada NIK (Nomor Induk Kependudukan) tidak akurat sebagai dasar penyaluran bansos karena tidak semua orang miskin memiliki NIK.

Selain itu, berdasarkan penelitian KPK, terdapat 16 juta data dalam DTKS yang tidak sesuai dengan NIK. Terdapat data ganda sekitar satu juta serta ditemukan data orang yang telah meninggal sebanyak 234 ribu.

Sebelumnya, Kementerian ESDM mengusulkan subsidi listrik dalam RAPBN 2022 mencapai Rp 61,83 triliun atau naik dari APBN 2021 sebesar Rp 59,26 triliun.

Legislator Komisi VII menyoroti penggunaan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) untuk acuan kucuran subsidi listrik. Begini alasannya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News