Loyalisme yang Memerahkan Thailand

Loyalisme yang Memerahkan Thailand
Seorang demonstran Baju Merah. Foto: AFP.
DALAM beberapa pekan terakhir, Thailand, khususnya ibukota Bangkok, ibarat telah berubah warna bak tengah dalam momen perayaan atau karnaval khusus. Merah ada di mana-mana, tapi tak ada hubungannya dengan Tahun Baru China. Merah yang ini, adalah warna sekaligus simbol penentangan dari para pendukung setia mantan PM Thaksin Shinawatra, yang telah lebih dari tiga tahun lalu turun dari singgasana kekuasaannya itu.

Ya, apa yang diusung dan diperjuangkan ribuan orang berbaju dan beraksesoris warna merah itu sendiri, memang sebenarnya berpangkal dari kejadian yang sudah cukup lama. September 2006 tepatnya, momen ketika Thaksin yang telah cukup lama berkuasa, akhirnya harus dijatuhkan dari pucuk pemerintahan lewat aksi kudeta.

Lantaran merupakan mantan penguasa, kala itu juga sebenarnya kelompok pro-Thaksin telah berupaya langsung memberikan perlawanan. Bahkan, sekitar setengah tahun berikutnya, di bawah pemerintahan sementara yang diserahkan pada pemimpin militer, kelompok ini sempat coba mengikuti Pemilu (2007). Namun gagal, karena tekanan memang ada di mana-mana, terutama dari kelompok yang telah mengambil alih kekuasaan.

:TERKAIT Adalah Abhisit Vejjajiva, PM yang kemudian duduk menggantikan posisi Thaksin di pemerintahan. Sementara Thaksin sendiri, lantas memutuskan tinggal di luar negeri sejak itu, sekaligus menghindarkan dirinya dari upaya hukum dan peradilan di dalam negeri, yang dengan gencarnya dilancarkan oleh pemerintah pengganti. Tapi meski di luar, Thaksin masih memelihara kekuatannya di Thailand.

DALAM beberapa pekan terakhir, Thailand, khususnya ibukota Bangkok, ibarat telah berubah warna bak tengah dalam momen perayaan atau karnaval khusus.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News