Luncurkan Buku, Ahli Kesehatan Gaungkan Gerakan Hidup Sehat Bebas BPA

Luncurkan Buku, Ahli Kesehatan Gaungkan Gerakan Hidup Sehat Bebas BPA
Para ahli kesehatan meluncurkan buku sebagai panduan gerakan hidup sehat bebas BPA. Foto: source for jpnn

Dia mencontohkan banyak orang yang masih mengkonsumsi minuman dari kemasan kemasan polikarbonat yang sudah tua, banyak tergores dan kerap terpapar sinar matahari langsung.

"Kita tidak bisa menyalahkan masyarakat, tetapi ini menunjukkan lemahnya edukasi bahaya BPA dari tingkat hulu ke hilir, dari pemerintah hingga ke masyarakat," tuturnya.

Hal senada juga diungkap penulis lainnya, Dr. Dien Kurtanty. Dia menyebut salah satu kunci meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko BPA pada kesehatan adalah dengan penguatan regulasi atau kebijakan yang tegas dan terukur atas peredaran kemasan pangan berbahan plastik yang mengandung BPA.

"Sayangnya, dari penelusuran kami, belum ada regulasi yang mewajibkan produsen untuk melabelkan informasi ada atau tidaknya BPA pada kemasan produknya. Kita pun tidak tahu produk apa saja yang mengandung BPA atau bebas dari BPA," ujarnya.

Dien menyoroti migrasi BPA dalam wadah makanan dan minuman berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 Tahun 2019. Aturan itu menekankan ambang batas migrasi BPA pada kemasan pangan maksimum 0,6 mg/kg.

Regulasi itu, menurutnya, kalah dibanding negara lain yang sudah lebih berkomitmen terhadap perlindungan kesehatan. Misalnya, Uni Eropa yang mematok batas maksimum migrasi BPA pada kemasan pangan sebesar 0,05 mg/kg.

Begitu juga Malaysia, India, Kanada, Korea Selatan dan beberapa negara lain sudah melarang penggunaan BPA dalam wadah makanan atau minuman bayi dan anak di bawah 1-3 tahun. (jlo/jpnn)

Para ahli kesehatan meluncurkan buku sebagai panduan gerakan hidup sehat bebas BPA.


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News