Mahmoed Marzuki, Kaki Diikat, Kepalanya di Bawah, Dicambuk

Kisah Pahlawan yang Wafat di Usia Muda

Mahmoed Marzuki, Kaki Diikat, Kepalanya di Bawah, Dicambuk
Seorang bocah membawa Bendera Merah Putih di Sungai Kalianyar, Solo, Kamis, 17 Agustus 2017. Ilustrasi Foto: Arief Budiman/Radar Solo/JPNN.com

Sudah sakit-sakitan. Meski begitu, dia tetap berdakwah. Menyampaikan ilmu-ilmu agamanya kepada masyarakat. Membangkitkan semangat pemuda untuk mengisi kemerdekaan.

"Setahun setelah itu, beliau dipanggil Sang Pencipta. Dia meninggal dunia pada tahun 1946. Tak cukup setahun beliau menikmati kemerdekaan," kata dia.

Latif juga menyebut, dari hasil penelitiannya, bendera pertama yang dikibarkan di Lapangan Merdeka, kuat dugaan masih ada. Karena, bendera yang berkibar saat itu disita oleh Belanda. Pada bendera itu, ada tanda tangan dan nama Mahmoed Marzuki.

"Diduga ini masih disimpan di Belanda. Bendera itu dijahit di Bangkinang. Tidak terdeteksi lagi siapa yang menjahitnya," kata dia.

Bersepeda ke Padangpanjang

Di masa kecilnya, Mahmoed Marzuki hidup di kawasan Bangkinang Seberang (Kecamatan Bangkinang sekarang). Gurunya adalah Buya Malik. Dia belajar mengaji di sana.

Umur bertambah, Mahmoed Marzuki ingin terus melanjutkan pendidikannya. Dia berangkat ke Padangpanjang, Sumatera Barat. Bersekolah di Pesantren Tawalib.

Di zaman itu, tak ada kendaraan seperti sekarang. Hanya ada sepeda untuk darat, dan sampan untuk angkutan air. Kalaupun ada mobil, itupun hanya kaum bangsawan yang bisa menaikinya.

Di Riau, Kampar khususnya, Mahmoed Marzuki membentuk semacam pergerakan pejuang. Anggotanya ada juga yang tergabung dalam Harimau Kampar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News