Mamit Setiawan: Pelarangan Ekspor Bahan Mentah Berdampak Besar Bagi Perekonomian Indonesia

Oleh karena itu, Mamit mendorong kebijakan yang dapat mengundang investor untuk berinvestasi menciptakan produk hilirisasi menjadi barang jadi.
Menurut Mamit, perlu adanya kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk mengundang investasi-investasi besar yang menggunakan produk smelter itu untuk berinvestasi di Indonesia.
Lebih lanjut, Mamit mengatakan hal itu dilakukan untuk mengantisipasi jika suatu saat raw matrial yang dimiliki sumber daya alam Indonesia ini menipis.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia mendapat keuntungan negara yang besar dari hasil ekspor nikel yang sudah masuk dalam proses hilirisasi.
Keuntungan negara dari ekspor yang didapat pada tahun ini mencapai sekitar US$ 30 miliar atau Rp 450-an triliun (kurs rupiah Rp 15.300 per dolar AS).
Menteri Investasi atau Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan sejak pemerintah melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri, pemerintah mewajibkan untuk melakukan ekspor nikel melalui barang bernilai tambah lewat hilirisasi.
Hasilnya, pendapatan negara dari ekspor barang bernilai tambah itu melejit secara signifikan.
Bahlil merinci pada tahun 2017 ketika ekspor dilakukan melalui barang mentah, Indonesia hanya mendapatkan US$ 3,3 miliar. Kemudian meningkat di tahun 2021 mencapai US$ 21 miliar.
Program hilirisasi memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi bukan hanya perekonomian nasional tetapi juga ekonomi lokal.
- Jurus Bea Cukai Parepare Dorong Laju Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di Daerah
- Pemerintah Optimistis Penguatan Ekonomi Syariah Mendongkrak Target Pertumbuhan 8% di 2029
- Perputaran Uang Judol Capai Rp1.200 Triliun, DPR: Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
- Kinerja 2024 Moncer, Jasindo Perkuat Peran Pertumbuhan Ekonomi Nasional & Literasi Asuransi
- Genjot Pertumbuhan Ekonomi, Kanwil Bea Cukai Jakarta Beri Fasilitas TBB ke Perusahaan Ini
- FINI Tolak Kenaikan Royalti Nikel di Tengah Anjloknya Harga Komoditas