Media Sosial Dianggap Pemicu Pelecehan Seksual

Media Sosial Dianggap Pemicu Pelecehan Seksual
Foto: Dari kiri-kanan: Ahli Neuropsikologi Saraf, Ihsan Gumilang; Seknas Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi; Kepala Biro Penerangan Divisi Humas Polri, Brigjen Agus Rianto; Moderator, Pangeran; Ketua Komisi Perlindungan Anak Nasional, Aris Merdeka Sirait; Kepala Interm Perlindungan Anak UNICEF Indonesia, Ali Aulia Ramli; dan Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi, Yuliandre Darwis membahas kasus pelecehan seksual anak dengan tema "Tragedi Yuyun, Wajah Kita" di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5). Foto: Fatan/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia Yuliandre Darwis mengungkapkan, media sosial dianggap menjadi faktor pemicu pelecehan seksual di kalangan anak muda.

Berdasarkan analisisnya, hampir seluruh pengguna di kalangan muda mengakses media sosial dengan hal-hal yang berbau pornografi.

"Saya mengkaji melalui sosial baru ini, seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Hampir semua konten yang diakses pemuda-pemuda Indonesia isinya pornografi. Ini ada gejala komunikasi yang salah," ujar dia dalam diskusi dengan tema Tragedi Yuyun, Wajah Kita di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5).

Padahal, budaya dan kultur Indonesia sangat kritis pada segala konten pornografi. Oleh sebab itu, tidak mungkin kasus seperti Yuyun dan pelecehan seksual pada anak lainnya bisa terjadi secara akademik.

Menurut Darwis, seharusnya pemerintah lebih aktif menanggapi masuknya media sosial tersebut. Dia menilai, ketika adanya media sosial atau teknologi baru, pemerintah harus menanggapinya dengan cepat. Salah satunya yaitu membuat regulasi.

"Selama ini teknologi selalu kalah dengan kebijakan. Teknologi itu harus dibarengi dengan regulasi. Kita memang tidak bisa menahan masuknya teknologi. Hanya saja pemerintah bisa memfilterisasi hal itu, sehingga dampaknya tidak begitu besar," jelasnya.

Dia pun meminta media massa nasional harus menjadi tameng utama dalam mencerdaskan anak bangsa.

"Saya bicara televisi, padahal benda mati. Saya tidak tahu siapa yang salah. Televisi mengejar rating. Mereka menanyangkan hal-hal yang berbau vulgar, kriminal, dan kisah anak muda pacaran. Tentu itu akan membangun mindset di kalangan muda. Seharusnya televisi nasional turut membangun negara dengan siaran yang berbau pendidikan dan hal-hal yang positif," tandas dia. (mg4/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News