Mencairkan Pasang Surut Diplomasi dengan Budaya

Mencairkan Pasang Surut Diplomasi dengan Budaya
DUTA BUDAYA: Gangsadewa dan grup tari Citra Nusantara yang tadi malam manggung lagi di Canberra. Wiwiek S.F. (Deputy Chief of Mission KBRI di Canberra) dan Jordi Paliama. Foto: don kardono/indopos
Pasang surut hubungan diplomatik Indonesia-Australia memang sulit dihindarkan. Politik dalam negeri mereka, persaingan partai Buruh dan partai Liberal, tekanan internasional, pengaruh kekuatan regional sampai urusan Timor Leste, cukup membuat gelombang itu bergerak dinamis.

DON KARDONO, Canberra

DI masyarakat Australia sendiri ada dua asumsi besar mereka dalam memandang dirinya. Pertama, mereka menyebut negerinya itu sebagai Bangsa Barat yang berdomisili di Timur. Kedua, menganggap sebagai bangsa Timur, yang tentu harus bertetangga dengan kawasan terdekat. Inilah yang sering membuat hal yang kecil menjadi besar, dan hal-hal besar menjadi sangat kecil.

Aktivis-aktivis Timor Leste dan OPM, yang aktif bergerak memanfaatkan liberalitas dan kebebasan berekspresi di Sydney dan Melbourne juga menciptakan suasana yang rapuh. Hubungan diplomatik itu gampang goyah. Karena itu, misi kebudayaan melalui musik dan tari seperti show Gangsadewa dan tarian Citra Nusantara ini bisa menjadi membuka jendela hati. Universalitas budaya jauh lebih bermakna daripada sekadar kepentingan jangka pendek.

Pasang surut hubungan diplomatik Indonesia-Australia memang sulit dihindarkan. Politik dalam negeri mereka, persaingan partai Buruh dan partai Liberal,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News