Mengenal Ignatius Ryan Tumiwa, Penggugat Pasal Eutanasia di MK

Mengenal Ignatius Ryan Tumiwa, Penggugat Pasal Eutanasia di MK
Ignatius Ryan Tumiwa saat mengungkapkan latar belakang gugatannya ke MK. Foto: Dokumentasi MK

Pria berusia 50 tahun itu menceritakan, setelah lulus SMA, Ryan melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun, dia tidak tahu persis universitas tempat Ryan kuliah. ’’Saya hanya tahu saat dia kuliah S-2 di Universitas Indonesia (UI),’’ jelasnya

Berbekal kecerdasan yang dimiliki, setelah menyelesaikan kuliah S-2, Ryan bekerja. Dia diterima menjadi dosen di almamaternya, mengajar mata kuliah yang berhubungan dengan bidang ekonomi.

’’Saya lupa fakultasnya. Yang saya ingat, dia mengajar ekonomi. Saat itu hidupnya serba berkecukupan,’’ ungkap Liong.

Namun, masa-masa keemasan Ryan pun berakhir. Sekitar dua tahun lalu dia menjadi yatim piatu. Ayahnya berpulang menghadap Tuhan. Setahun sebelumnya istri Ryan meninggal. Maka, sejak itu dia hidup sebatang kara. Saudara-saudaranya sudah tidak lagi menggubrisnya.

Menurut Fredy Mantovani, teman Ryan saat SMA, kematian ayah kandungnya itu membuat Ryan terpukul. Dia menjadi semakin pendiam. Setiap hari dia hanya pergi ke kampus, setelah itu pulang dan mengunci diri di dalam rumah.

Selang setahun kematian ayahnya, Ryan masih belum bisa melupakan sosok orang tuanya tersebut. Dia pun menjadi depresi berat. Dia tidak terbiasa hidup sebatang kara.

”Semakin lama dia tidak kuat. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai dosen itu,” jelasnya.

Tapi, sejak pensiun dini dari kampus, kehidupan Ryan semakin tidak menentu. Dia jarang sekali keluar rumah. Kata Fredy, Ryan keluar rumah hanya kalau ke ATM dan minimarket. Dia juga mulai tidak doyan makan nasi.

Nama Ignatius Ryan Tumiwa tiba-tiba menjadi buah bibir di kalangan praktisi hukum. Itu menyusul langkahnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News