Mengharukan, Begini Surat Baiq Nuril ke Jokowi Memohon Amnesti

Mengharukan, Begini Surat Baiq Nuril ke Jokowi Memohon Amnesti
Baiq Nuril Maknun mengusap air matanya. Foto: SIRTU/LOMBOK POST/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Terpidana pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Baiq Nuril Maknun menyerahkan surat permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (15/7).

Permohonan itu disampaikan Nuril melalui Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, bersamaan dengan penyerahan ribuan surat dukungan dari masyarakat dan petisi di laman change.orguntuk Jokowi agar menggunakan hak konstitusinya memberikan amnesti tersebut.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Perlu Tim Khusus Mengkaji Amnesti untuk Baiq Nuril?

Saat berada di kantor KSP, Nuril membacakan sendiri isi surat yang nantinya akan disampaikan Moeldoko kepada Jokowi sebagai pertimbangan bagi Presiden sebelum menggunakan hak prerogatifnya itu. (fat/jpnn)

Berikut isi surat tersebut:

Assalamu’alaikum, Wr, Wb.

Bapak Presiden, ijinkan saya pertama-tama memperkenalkan diri. Nama saya Baiq Nuril Maknun. Saya rakyat Indonesia, hanya lulusan SMA. Sebelum di-PHK karena kasus yang saya hadapi, saya bekerja sebagai honorer di satu Sekolah Menengah Atas di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saya juga ibu dari tiga orang anak. Suami saya awalnya bekerja di Gili Trawangan, yang berjarak 50 kilometer dari tempat kami tinggal. Saat saya menjalani proses persidangan dan harus ditahan selama dua bulan tiga hari, suami saya harus merawat anak-anak kami, dan akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan.

Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. “Teror” yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telepon, tapi juga saat perjumpaan langsung. Saya dipanggil ke ruang kerjanya. Tentunya saya tidak perlu menceritakan secara detil kepada Bapak, apa yang atasan saya katakan atau perlihatkan kepada saya. Sampai pada suatu hari saya sudah tidak tahan, saya merekam apa yang atasan saya katakan melalui telepon. Saya tidak ada niat sama sekali untuk menyebarkannya. Saya hanya rakyat kecil, yang hanya berupaya mempertahankan pekerjaan saya, agar saya dapat membantu suami menghidupi anak-anak kami. Dalam pikiran saya saat merekam, jika kemudian atasan saya benar-benar “memaksa” saya untuk melakukan hasrat bejatnya, dengan terpaksa, akan saya katakan padanya saya merekam apa yang dia katakan.

Permohonan itu disampaikan Nuril melalui KSP Moeldoko, bersamaan dengan penyerahan ribuan surat dukungan dari masyarakat dan petisi di laman change.orguntuk Jokowi agar menggunakan hak konstitusinya memberikan amnesti tersebut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News