Menguji Syarat Formal Permohonan Judicial Review AD/ART Partai Demokrat

Oleh: M. Lazuardi Hasibuan, SH.

Menguji Syarat Formal Permohonan Judicial Review AD/ART Partai Demokrat
Ilustrasi Mahkamah Agung. Foto: dokumen JPNN.Com

Sedangkan subjek termohon dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (5) Perma HUM adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan perundangan-undangan yang dipersoalkan, seperti presiden untuk Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dan DPRD untuk PERDA, dan sebagainya.

Jika dilihat pada subjek pemohon, empat mantan kader Partai Demokrat memiliki legal standing sebagai pihak pemohon uji materiel karena merupakan warga negara Indonesia, kemudian dilihat dari subjek termohon dalam hal ini Kemenkumham yang juga merupakan salah satu subjek termohon sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (5) Perma HUM.

Sehingga dari sisi subjek hukum permohonan uji materiel empat orang mantan kader Partai Demokrat terpenuhi.

Kemudian sebagaimana diketahui objek hukum yang dijadikan dasar permohonan uji materiel mantan Partai Demokrat adalah AD/ART Partai Demokrat, hal ini tentu harus dibahas lebih dalam. Pertanyaan hukumnya adalah apakah AD/ART merupakan produk hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan?

Dalam satu keterangannya di media, Prof. Yusril menyampaikan AD/ART dapat dipersamakan atau quasi dengan peraturan menteri atau dirjen karena diterbitkan atas perintah peraturan perundang-undagan di atasnya yang mana AD/ART yang juga sifatnya aturan yang berlaku bagi anggota Partai Demokrat (masyarakat) dan AD/ART juga perintah/delegasi dari Undang-Undang Partai Politik, maka dapat dikategorikan objek uji materi oleh Mahkamah Agung.

Ini logika yang menurut saya tidak tepat apabila dipandang dari sudut logika hukum. Menganalogikan peraturan menteri dan dirjen dengan aturan dalam AD/ART merupakan sesat pikir atau memaksakan kehendak. Dari sisi pembuatannya misalnya peraturan menteri atau dirjen dibuat oleh pejabat publik atau penyelenggara negara berbeda dengan AD/ART yang dibuat berdasarkan kesepakatan-kesepakatan anggotanya, dari sisi keberlakuannya peraturan Menteri dan dirjen berlaku umum kepada seluruh masyarakat, sedangkan AD/ART berlaku hanya kepada anggota saja.

Sesat logika itu juga apabila dipaksakan maka akan berimplikasi luas pada keberlakukan hukum privat di negeri ini, karena secara fundamental setiap kesepakatan-kesepakatan privat adalah pasti sifatnya mengatur bagi para pihak yang membuatnya, sehingga dapatlah dikatakan sebagai peraturan perundang-undangan juga dan memang sesuai Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Namun, apakah para pihak yang tidak setuju dari substansi dalam kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian tersebut menjadi objek uji materiel oleh Mahkamah Agung? Jawabnya tidak karena sebuah perjanjian atas suatu kesepakatan adalah ranah privat warga negara yang sengketa atas lahirnya perjanjian tersebut hanya dapat diadili oleh Pengadilan Negeri atau badan alternatif penyelesaian sengketa sesuai kesepakatan para pihak.

Praktisi hukum yang satu ini mencoba memberi jalur penyelesaian sengketa Partai Demokrat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News