Menkum HAM: Apa Bisa MA Sediakan 2.500 Hakim Ad-Hoc?

Menkum HAM: Apa Bisa MA Sediakan 2.500 Hakim Ad-Hoc?
Menkum HAM: Apa Bisa MA Sediakan 2.500 Hakim Ad-Hoc?
JAKARTA - Pemerintah agaknya tetap bersikukuh untuk menghapuskan sifat khusus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemudian memasukkannya dalam kelompok pengadilan umum. Alasan utamanya, jika kekhususan Pengadilan Tipikor terus dijalankan, maka akan terjadi dualisme sistem peradilan. Ujung-ujungnya, potensi untuk terjadinya keadilan yang berbeda akan terus berlangsung.

"Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan kalau Pengadilan Tipikor itu tak konstitusional," sebut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Andi Matalatta, Jumat (31/7).

Selama ini, lanjut Andi, UU hanya mengenal 4 (empat) jenis peradilan, yakni umum, militer, agama dan tata usaha negara. Adapun Pengadilan Tipikor memiliki acuan UU sendiri, kemudian di-judicial review ke MK sampai akhirnya dinyatakan inkonstitusional. Makanya, jika dibiarkan tak diberi payung hukum baru (UU Pengadilan Tipikor) sampai pertengahan Desember 2009 ini, pengadilan yang tak pernah membebaskan koruptor tersebut akan melebur ke pengadilan umum.

Kalaupun di tiap provinsi dibuat cabang Pengadilan Tipikor, Andi tetap tak yakin Mahkamah Agung (MA) mampu menyediakan hakim ad hoc, yang di tiap majelis hakim jumlahnya tiga orang. Hitungan Andi, kebutuhan hakim ad hoc akan membengkak sampai 2.500 orang jika Pengadilan Tipikor dibentuk di tingkat kota/kabupaten - ditambah hakim ad hoc di tingkat banding. "Masa (hakim) ad hoc yang baru lulus," katanya pula. (pra/JPNN)
Berita Selanjutnya:
Putusan MA Ancam Demokrasi

JAKARTA - Pemerintah agaknya tetap bersikukuh untuk menghapuskan sifat khusus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), kemudian memasukkannya


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News