Menurut Pengamat Ekonomi Ini, Subsidi BBM Bagai Candu, Harus Disesuaikan

Menurut Pengamat Ekonomi Ini, Subsidi BBM Bagai Candu, Harus Disesuaikan
Pakar ekonomi pembangunan Faisal Basri menilai BBM bersubsidi merupakan candu yang memang harus dihilangkan. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Berdasarkan aturan tersebut, harga BBM nominal harganya ditentukan dan minyak solar yang mendapat subsidi maksimum seribu rupiah per liter.

Hal itu ditetapkan berdasarkan formula yang mengacu kepada harga pasar global, dalam hal ini harga transaksi di bursa minyak Singapura (MOPS).

“Berdasarkan aturan tersebut harga jual eceran BBM diubah setiap bulan sesuai dengan perubahan harga minyak di bursa Singapura. Selain itu, pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi untuk bensin premium. Subsidi hanya diberikan untuk minyak tanah dan minyak solar,” papar Faisal Basri.

Dalam catatan Faisal Basri, pencabutan subsidi ini berdampak besar pada pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM turun tajam dari Rp 191 triliun pada 2014 menjadi Rp 34,9 triliun pada 2015.

Namun, sejak adanya Perpres Nomor 43/2018 yang memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan harga BBM umum.

Saat ini, pemerintah harus membayar kompensasi kepada Pertamina selaku badan usaha yang ditugaskan untuk memproduksi bensin premium, atas kekurangan penerimaan yang disebabkan oleh penetapan harga tersebut.

“Kompensasi atas kekurangan penerimaan BUMN penerima penugasan pada dasarnya bentuk subsidi terselubung,” papar Faisal.

Untuk itu, Faisal Basri mendorong Indonesia kembali ke upaya konsisten menghapus kebijakan subsidi secara bertahap, alokasi anggaran subsidi BBM, mendorong produksi minyak bumi, dan peningkatan ketahanan energi. (tan/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Penetapan harga BBM seharusnya berdasarkan formula yang mengacu kepada harga minyak bumi di pasar global.


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News