Mereka Berjuang, demi Mencerdaskan Anak Bangsa

Mereka Berjuang, demi Mencerdaskan Anak Bangsa
Mereka Berjuang, demi Mencerdaskan Anak Bangsa
Bagi Dedi, identitas bukan segalanya. Jika setiap sekolah mewajibkan anak didiknya untuk melampirkan akta kelahiran dan alamat rumah, Dedi tidak memberlakukan itu di sekolahnya. "Mau daftar pakai apa saja boleh. Tidak mencantumkan nama orang tua juga tidak masalah. Sebab, intinya bukan itu,"ujarnya. "Tiga tahun lebih saya mengajak mereka belajar di kolong jembatan," tambahnya.

 

Meski demikian, dia merasa belum puas dengan keadaannya. Pria 50 tahun itu lantas mengajak beberapa sahabatnya untuk mengurus legalitas yayasan. "Setelah kami dapat, langsung kami sewa rumah dan bangun apa adanya untuk sekolah," terangnya.

 

Namun, Ade tidak menyerah. Dia terus berupaya memotivasi siswa yang tersisa agar terus bersekolah hingga perguruan tinggi. Ade mengimbau murid-muridnya meneruskan pendidikan di SMK (sekolah menengah kejuruan). "Di situ, mereka dapat keahlian. Jadi, mereka bisa langsung kerja sambil melanjutkan ke perguruan tinggi," tuturnya.

 

Soal fasilitas sekolah, Ade boleh berbangga hati. Berkat perjuangannya untuk menuntut BOS (bantuan operasional sekolah) dan BOP (bantuan operasional pendidikan) secara mati-matian, fasilitas pendidikan di sekolah tersebut tergolong lengkap.  Ada alat tulis kantor (ATK). Para siswa mendapat, antara lain, tiga jenis buku teks, LKS (lembar kerja siswa). Juga, seragam olahraga, seragam batik, sepatu yang diberikan sekali setahun, dan alat mandi sekali sebulan. Selain itu, tersedia jaminan kesehatan dan terapi psikologis gratis bagi siswa yang butuh. (aj/jpnn)

 

SEKOLAH Gratis. Semenjak pemerintah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun, sekolah gratis memang tidak lagi sebagai wacana. Setidaknya hingga


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News