Militer Amerika Jauh Lebih Kuat, Tetapi Iran Punya Teknologi Mematikan

Militer Amerika Jauh Lebih Kuat, Tetapi Iran Punya Teknologi Mematikan
Pasukan Garda Revolusi Iran. Foto: Reuters

Kubu oposisi merasa jauh lebih buruk. Jantung Ketua Dewan Perwakilan AS Nancy Pelosi hampir berhenti ketika tahu AS hampir saja melakukan agresi militer. Dia sampai memuji Trump yang masih mempertahankan kepala dingin. Sebagai pentolan Demokrat, Pelosi hampir tak pernah memuji suami Melania tersebut itu. "Saya tidak mendapatkan informasi tentang rencana serangan tersebut," ungkapnya.

Tak ada yang tahu apa benar perang global bakal terjadi saat AS melakukan agresi. Namun, banyak yang menekankan bahwa konflik tersebut pasti menyeret kubu lain. Setidaknya, negara-negara di Timur Tengah.

Jika dibandingkan apple-to-apple, kekuatan militer Iran kalah jauh dari AS. Satu-satunya kelebihan adalah lokasi peperangan dan jumlah tentara. Iran punya lebih dari 700 ribu tentara. Itu belum termasuk personel Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) yang mencapai 125 ribu.

Tentu, desas-desus yang beredar, Iran punya teknologi yang bisa mematikan. Pakar geopolitik Brandon Weichert mengatakan, Iran punya senjata gelombang elektromagnetik (EMP). "Senjata itu bisa melumpuhkan kekuatan AS sebelum mereka menyerang," ungkapnya.

Iran sudah menegaskan bahwa pihaknya tak mencari masalah. Mereka merilis bukti tak menembak jatuh Navy P-8A Poseidon yang terbang tak jauh dari Global Hawk. Alasannya, pesawat tersebut pasti memuat awak, sedangkan Iran tak ingin jatuh korban jiwa. "Tujuan kami hanyalah memperingatkan AS," ujar Amir Ali Hajizadeh, komandan IRGC.

Di saat yang sama, pemerintah Rouhani juga memamerkan taring. Mereka mengatakan bahwa militer siap merespons jika AS benar-benar melakukan serangan. "Serangan apa pun pasti akan berdampak secara regional atau internasional," ucap Seyed Sajjadpour, wakil menteri luar negeri, kepada BBC.

Pertanyaannya, seberapa dekat kita dengan perang Iran-AS? Banyak pakar yang merasa bahwa itu tidak jauh. Menurut Kepala International Crisis Group Rob Malley, alasan utama Trump membatalkan serangan itu adalah perhitungan anggaran. Ya, sang taipan memang sering mendahulukan keuntungan daripada yang lain.

Dalam kampanyenya, dia berjanji memulangkan tentara di luar negeri yang menghambur-hamburkan anggaran serta menyiksa kerabat. "Jadi, dua instingnya bertabrakan. Satu bilang bahwa perang berkepanjangan bakal menguras kantong AS. Satu lagi bilang bahwa AS tak bisa diperlakukan seenaknya," ungkap Malley yang jadi penasihat keamanan Gedung Putih di era Barack Obama.

Kamis lalu (20/6) bisa saja menjadi titik awal konflik bersenjata AS melawan Iran. Presiden AS Donald Trump hampir saja memberangkatkan pesawat pengebom ke wilayah Iran

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News