Mimpi Sungai

Oleh: Dahlan Iskan

Mimpi Sungai
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ini ilmiah –meski tanpa penelitian. Saya bisa menulis panjang karena yang ditulis ada. Bahan yang akan ditulis tersedia. Lengkap. Bagus. Dramatis. Penuh human interest. Banyak unsur konfliknya. Mengandung hal-hal yang baru.

Baca Juga:

Menulis panjang seperti itu mudah. Sambil menonton Piala Dunia pun bisa.

Akan tetapi, bayangkan kalau suatu hari tidak punya bahan tulisan sama sekali. Tidak pula ada yang membantu belanja bahan. Waktu belanja pun tidak ada. Malam pun kian malam. Stres. Panik. Malu. Jadi satu. Hasilnya: tulisan pendek.

Jelaslah menulis pendek lebih berat dari menulis panjang. Seharusnya, di setiap tulisan pendek disertai ilustrasi meme jidat benjol ketabrak tiang listrik. Lebih pusing.

Sebenarnya saya sudah hampir pasti bangun setiap pukul 03.00. Ada waktu untuk menulis. Namun, saya harus minum air putih dulu. Air hangat: suhu 45 derajat.

Saya belikan istri teko kaca digital yang kalau disetel 45 derajat airnya akan selalu 45 derajat.

Itu minum untuk obat pertama. Lalu ke toilet dan lain-lain. Setengah jam kemudian minum 45 derajat lagi. Untuk obat kedua.

Maka pukul 04.00 saya sudah tahu: punya bahan tulisan untuk edisi besok atau tidak.

Mimpi itu penanda bahwa ternyata saya juga takut perusuh –di samping takut istri. Sampai terbawa ke mimpi. Sebenarnya saya ingin membela diri atas gosip itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News