Misbakhun Minta Menkeu Perjelas Strategi Pengelolaan Utang

Misbakhun Minta Menkeu Perjelas Strategi Pengelolaan Utang
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan anggota Komisi XI DPR M Misbakhun. Foto: istimewa for JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun mewanti-wanti Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar ekstra hati-hati dalam mengelola utang pemerintah. Menurut Misbakhun, strategi mengelola sangat berkaitan erat dengan pengelolaan APBN.

Misbakhun menyatakan hal itu dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/9) untuk membahas pengelolaan utang negara. Politikus Golkar itu mengatakan, Menkeu harus memperjelas arah dan strategi utang.

“Menurut saya ini bukan hanya strategi utang tapi strategi mengelola APBN. Sebenarnya saya ingin Ibu Sri Mulyani lebih detail strategi ke depan seperti apa,” ujar Misbakhun.

Dalam rapat itu, Menkeu memaparkan posisi utang pemerintah hingga akhir Juni 2017 yang mencapai Rp 3.706,52 triliun atau meningkat Rp 34,9 triliun dari bulan sebelumnya. Jumlah itu setara 27,02 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar Rp 13.717 triliun.

Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang  sebesar 28,1 persen terhadap PDB.  Sementara itu, batas maksimal utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah 60 persen dari PDB.‎

‎Misbakhun mengatakan, semestinya utang pemerintah Indonesia tidak dibandingkan dengan Jepang atau negara maju lainnya. Sebab, masih ada risiko yang sangat besar walaupun porsi surat utang negara (SUN) dimiliki oleh 62 persen investor dalam negeri. Pasalnya, perbandingan hutang yang digunakan oleh Menkeu hanya dengan negara-negara G20.

"Kenapa parameternya hanya PDB semata? Padahal aset negara, cadangan devisa dengan negara-negara tersebut sangat berbeda. Jepang dan Amerika tidak berbicara lagi mengenai PDB, tapi gross national product. Jadi pembandingannya tidak sesuai," kata Misbakhun.

Karena itu Misbakhun juga menekankan, meskipun Indonesia sudah mengantongi investment grade dari lembaga rating internasional, hal itu bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik. Menurutnya, meski pemerintah mau memberikan yield tinggi, namun posisi tawarnya di hadapan pemegang SUN tetap rendah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News