Misteri Batu Talada, Tempat Mengorbankan Anak Gadis

Misteri Batu Talada, Tempat Mengorbankan Anak Gadis
Seorang wisatawan asal Inggris, saat mengunjungi Batu Talada di Kabupaten Kepulauan Sitaro. Foto: Don Papuling/Manado Post/JPNN.com

"Jadi pada zaman dulu, sebelum masuknya agama, dan berbagai budaya asing, kita khususnya di Pulau Siau, terlibat perang antarkampung, dalam memperebutkan wilayah kekuasaan," terangnya.

Pada waktu itu, lanjut Soni, ada seorang pengembara yang tidak diketahui namanya, melakukan perjalanan untuk pergi ke tempat gaib, guna mencari kesaktian melindungi desanya. "Setelah sekian lama berkelana akhirnya pengembara ini menemuakan sebuah batu besar. Objek ini diyakininya memiliki kekuatan gaib, sehingga ia memutuskan melakukan pertapaan selama 30 hari," terangnya.

Dalam pertapaanya, ia sering didatangi oleh berbagai macam hewan dengan ukuran yang besar, hingga dua bidadari. Namun tak dihiraukan si pengembara. Setelah berhasil mencapai puncak kekuatan, ia kemudian menguji kesaktianya dan melukis Batu Tuldada dengan jari, yang dipercaya masyarakat, lukisan di batu tersebut merupakan hasil dari kesaktian si pengembara.

"Tak sampai di situ, Batu Tulada ini juga memiliki sejarah dan cerita kelam," ujar Soni yang membuat sekujur bulu kuduk kami berdiri.

Sebab lanjutnya, ada suatu masa, di mana Batu Talada (Sabda) ini, menjadi saksi bisu pengorbanan manusia pada zaman dahulu, karena dijadikan pedoman serta lokasi dalam para leluhur untuk menerima petunjuk dari Dewa Aditinggi, yang dipercaya merupakan jelmaan Gunung Karangetang.

"Dim ana Batu Tulada merupakan media untuk melakukan ritual sundeng (penyembahan) dengan mengorbankan manusia yang kala itu dipercaya untuk mencegah bencana letusan gunung berapi. Dalam ritual sundeng, warga akan mengorbankan anak gadis, yang berasal dari budak, anak yatim, maupun yang telah dianggap melanggar peraturan," terangnya.

Soni menuturkan ritual sundeng dilaksanakan atas perintah pemimpin yang disebut Kulano atau Jogugu, yang telah mendapatkan wahyu dari dukun, yang saat itu memegang posisi penting, sebagai penasehat spiritual.

Usai mendengar cerita Batu Talada, kami pun semakin bergairah, untuk mengunjungi tempat sakral tersebut. Soni pun langsung menuntun kami mendaki ke arah gunung, tepatnya di Kaki Gunung Tamata, dengan waktu tempuh sekira 30 menit.

Batu Talada, di Desa Peling, Kecamatan Siau Barat, Kepulauan Sitaro, Sulut, konon dulu menjadi tempat mengorbankan anak gadis.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News