Mobilisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran Sebagai Bentuk Pelanggaran Berat Pemilu

Mobilisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran Sebagai Bentuk Pelanggaran Berat Pemilu
Prabowo-Gibran, Rabu (25/10). Foto: Genta Tenri Mawangi/Antara

“Oleh karena itu, sudah waktunya Bawaslu unjuk kekuatan sebagai wasit yang tegas dan berwibawa," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan ada lubang dalam Undang-Undang (UU) Pemilu yang dipergunakan ‘orang pintar’ untuk membenarkan perbuatannya.

Termasuk saat bekas Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada deklarasi dukungan kepada Prabowo-Gibran di acara APDESI.

“Apa yang dilakukan oleh sejumlah organisasi perangkat Desa beberapa waktu lalu jelas adalah menunjukkan keberpihakan pada satu calon pasangan. Problemnya teks UU Pemilu kita ambigu. Bila tidak ada pernyataan dukungan langsung dianggap bukan pelanggaran,” kata pria yang akrab disapa Coki ini.

Pekerjaan Berat Bawaslu

Pada pertemuan APDESI, Yusril mengeklaim para pejabat desa hanya menyatakan aspirasinya. Tidak ada deklarasi pernyataan dukungan.

“Inilah lubang-lubang dalam perundangan kita yang selalu dimanfaatkan oleh pihak yang "pinter". Termasuk seperti yang terjadi di MK,” ujar Coki.

Namun, fakta di lapangan, ditemukan sejumlah atribut dengan nomor pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan dalam laporan Puskapol UI, disebutkan bahwa dukungan ribuan aparat desa adalah hasil mobilisasi Presiden Jokowi.

Peneliti senior BRIN Lili Romli menilai deklarasi oleh kepala desa dan perangkat desa kepada Prabowo-Gibran sebagai bentuk pelanggaran berat pemilu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News