Monopoli Perusahaan, Petani Kelapa Menjerit

Monopoli Perusahaan, Petani Kelapa Menjerit
Monopoli Perusahaan, Petani Kelapa Menjerit
JAKARTA – Monopoli perusahaan dalam menentukan harga kelapa hibryda milik petani pekebunan inti rakyat (PIR) Trans PT. RSTM (Riau Sakti Trans Mandiri) dan PT GHS (Guntung Hasrat Makmur) I dan II, di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, masih terjadi. Akibatnya, petani yang berada di daerah dengan perkebunan kelapa terluas di Asia itu menjerit, karena mereka kesulitan melunasi kredit dan biaya perawatan kebun.

Mahyudin, Ketua Tim 9 perwakilan petani PIR Trans kedua perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Pulau Burung dan Teluk Belengkong, kepada JPNN, Jumat (23/11) mengungkapkan, selama ini kelapa produksi PIR Trans dibeli dengan harga rendah sesuai peraturan yang dibuat sendiri oleh PT RSUP Riau Sakti United Plantation (Industri), anak perusahaan PT Sambu Group.

“Kamis kemarin untuk kelapa kelas Kina (ukuran besar) dengan diameter 12,5 mm ke atas dibeli seharga Rp850/butir. Sedangkan kelas A diameter 9,5 sampai 12,5 hanya seharga Rp550/butir. Kalau kelapa kelas B (kulitas rendah) harganya Rp125 per butir,” ungkap Mahyudin usai menyampaikan keluhan mereka ke Kementrian Pertanian di Jakarta.

Menurutnya, rendahnya harga jual kelapa petani dari perkebunan kelapa hibryda pertama di Indonesia itu, disebabkan perusahaan menggunakan rumusan sendiri dengan menghitung tiga dari 6 turunan produk kelapa yang diolah perusahaan. Yakni kelapa parut kering (DC), minyak kelapa (DCO) dan bungkil kelapa. “Sedangkan yang diolah oleh PT Sambu dari satu butir kelapa, menjadi 6 produk, yaitu DC, CNO, bungkil, santan, arang, dan air,” kata Mahyudin.

JAKARTA – Monopoli perusahaan dalam menentukan harga kelapa hibryda milik petani pekebunan inti rakyat (PIR) Trans PT. RSTM (Riau Sakti Trans

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News