Muhammadiyah Bersaing dengan Negara

Muhammadiyah Bersaing dengan Negara
Muhammadiyah Bersaing dengan Negara

Sektor pertanian, kesehatan, UKM, pedagang kaki lima, masalah infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan sebagainya juga masih memprihatinkan. Belum lagi kasus listrik yang masih byarpet sementara tarif dasar listrik naik pula.

Bagaimana dengan penindakan kasus korupsi yang selain makin banyak saja, juga terkesan masih “pilih kasih?” Belum lagi kasus Pilkada yang berduyun-duyung ke Mahkamah Konstitusi, biayanya juga terlalu mahal ketimbang harapan yang dibayangkan rakyat setelah si Kepala Daerah terpilih.

  

Eh, fenomena Muhamamdiyah juga diidap oleh pemerintahan, dan jangan-jangan sebagai akibat terlalu banyak mengurus berbagai aspek kehidupan masyarakat. Padahal berbeda dengan Muhammadiyah, pemerintah masih disangga oleh APBN walaupun sebagian merupakan hutang luar negeri.

Jangan-jangan sejak awal bangsa ini sudah salah kaprah. Tidak ada semacam pembagian tugas antara pemerintah dan kalangan civil society, sehingga menjadi tumpang tindih dan di sector tertentu saling “kanibalis”, bahasa lain dari persaingan antara Negara dan dunia swasta maupun civil society.

MUHAMMADIYAH bak matahari bagi masyarakat pribumi yang ratusan tahun tertindas penjajah. Maklum, Indonesia baru lahir pada 17 Agustus 1945, sedangkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News