Muncul Petisi Tolak Perpres TNI Tangani Terorisme

Muncul Petisi Tolak Perpres TNI Tangani Terorisme
Prajurit TNI. Ilustrasi Foto: DOk. JPNN.com

"Karena militer masih tunduk dalam yurisdiksi peradilan militer dan belum tunduk dalam yurisdiksi peradilan umum,” ungkapnya.
 
“Kami menilai rancangan perpres tersebut akan mengganggu mekanisme criminal justice system dalam penanganan terorisme di Indonesia,” tambahnya.

Dengan alasan kejahatan terorisme, militer yang bukan merupakan bagian dari aparat penegak hukum dikhawatirkan dapat melakukan fungsi penangkalan dan penindakan secara langsung dan mandiri dalam mengatasi ancaman kejahatan terorisme di dalam negeri.

Hal ini tidak sejalan dengan hakekat dibentuknya militer (raison d’etre) sebagai alat pertahanan negara, yang dilatih untuk menghadapi perang, bukan untuk penegakan hukum.

Pemberian kewenangan penangkalan dan penindakan tindak pidana terorisme di dalam negeri dengan alasan menghadapi ancaman terorisme kepada presiden, objek vital dan lainnya (Pasal 9 draf Perppres) akan merusak mekanisme criminal justice sistem.
 
Tak hanya itu, adanya tugas penangkalan dan penindakan yang bersifat mandiri (bukan perbantuan) untuk mengatasi kejahatan tindak pidana terorisme di dalam negeri, dipandang akan menimbulkan tumpang tindih fungsi dan tugas antara militer dengan kelembagaan negara lainnya yakni dengan BNPT, aparat penegak hukum dan lembaga intelijen negara itu sendiri.

“Hal ini justru akan membuat penanganan terorisme menjadi tidak efektif karena terjadi overlapping fungsi dan tugas antar kelembagaan negara,” lanjut Al Araf.
 
Dia mengatakan pola penanganan terorisme dengan memberikan kewenangan yang berlebihan kepada TNI, sebagaimana dimaksud dalam draf perpres tersebut akan membuka ruang dan potensi collateral damage yang tinggi, cenderung represif, stereotyping (stigmatisasi).

"Sehingga menjadi ancaman serius bagi HAM dan kehidupan demokrasi di Indonesia,” sambungnya.
 
Terpisah, Ketua Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM Dr. Najib Azca MA PhD mengemukakan, dalam petisi itu mendesak kepada parlemen agar meminta pemerintah untuk memperbaiki draf perpres itu secara lebih baik dan benar karena secara substansi memiliki banyak permasalahan.

Di sisi lain, kata dia mengingatkan, Presiden Jokowi perlu hati-hati membuat perpres tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme.

Selain Al Araf dan Najib Azca, sejumlah aktivis, tokoh masyarakat, dan akademisi yang turut menandatangani petisi itu di antaranya, Guru Besar Fisipol UGM Prof Mochtar Mas'oed, Guru Besar FH UGM Prof Sigit Riyanto, Alissa Wahid (putri almarhum Gus Dur), dosen FISIP UI Nur Iman Subono, mantan legislator Nursyahbani Katjasungkana, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Direktur Riset di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, Usman Hamid, dan dosen Universitas Paramadina Dr. Phil Shiskha Prabawaningtyas. (boy/jpnn) 

Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat melalui Petisi Bersama Masyarakat Sipil menolak rancangan Perpres, tentang Tugas TNI mengatasi aksi terorisme.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News