Nasib di Tangan Trafo

Nasib di Tangan Trafo
Nasib di Tangan Trafo
Tidak menimbulkan gelombang harmonisa pula. Kalau semua lampu jalan raya di Jawa ini diganti dengan LED, bangsa ini bisa menghemat listrik paling tidak 500 MW. Ini sama dengan nilai investasi Rp 8 triliun sendiri. Juga bisa mengurangi subsidi listrik dalam angka yang juga triliunan.

 

Saya sungguh berterima kasih kepada Tuhan yang membuat musim hujan tahun ini panjang sekali. Praktis, tidak ada musim kemarau. Suhu di Jakarta juga tidak pernah tinggi. Musim hujan yang panjang ini juga membuat waduk-waduk yang menghasilkan listrik bisa bekerja 100 persen sepanjang siang dan malam. Tuhan sungguh mahamurah kepada PLN tahun ini. Alhamdulillah. Puji Tuhan. Kalau tidak, sangat mungkin salah satu di antara enam GITET di Jakarta itu meledak. Seperti yang terjadi di Cawang, Jakarta, tahun lalu. Yang membuat Jakarta mengalami pemadaman bergilir yang luar biasa dalam jangka waktu lebih dari dua bulan.

 

Sekarang sudah aman? Belum. Nasib saya masih tetap tergantung di tangan trafo GITET-GITET itu. Setidaknya sampai dua bulan lagi. Saya terus bedoa semoga Tuhan yang sudah menyelamatkan saya delapan bulan ini (sampai September 2010) masih memberkati saya seterusnya. Setidaknya sampai dua bulan lagi. Saya berjanji bahwa saya akan mensyukuri nikmat itu dengan bekerja keras.

Seperti yang sering dikemukakan almarhum Nurcholis Madjid bahwa bentuk bersyukur yang paling baik adalah kerja keras. Saya masih ingat ayat Tuhan "barangsiapa mensyukuri nikmatku?." dan seterusnya itu. Karena itu, dalam sebulan terakhir ini, saya melakukan perjalanan darat ribuan kilometer di seluruh pelosok Indonesia. Untuk melihat apa yang masih harus diperbuat. Di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sampai ke Papua.

 

KETIKA dilantik sebagai direktur utama PLN pada 23 Desember 2009, saya menyadari sepenuhnya risiko ini: harus berhenti, mengundurkan diri atau diberhentikan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News