Nasib Imran

Oleh: Dahlan Iskan

Nasib Imran
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - PANDEMI mulai dingin, politik mulai panas. Di Hong Kong. Terutama di Pakistan.

Naiknya harga-harga telah menjadi amunisi bagi oposisi di Pakistan untuk bermanuver.

Begitu sulit menjadi pemimpin yang harus melewati masa pandemi yang panjang. Apalagi seperti Pakistan, yang tidak punya sumber minyak: harga BBM-nya naik luar biasa. Diikuti oleh kenaikan harga pangan.

Baca Juga:

Memasuki hari pertama puasa, parlemen Pakistan bersidang. Agendanya gawat: mosi tidak percaya pada Perdana Menteri Imran Khan.

Dua partai besar yang mengajukan mosi itu –PPP dan PML– begitu yakin Imran akan jatuh hari itu. Lobi-lobi dua partai itu berhasil meyakinkan 17 anggota DPR dari pendukung pemerintah: ikut setuju menjatuhkan Imran.

Hitungan mereka begitu meyakinkan: 173 kursi, dikurangi 17 kursi tinggal 156 kursi. Padahal untuk terpilih jadi perdana menteri harus mendapat suara paling tidak 172 kursi –dari jumlah kursi DPR yang 342 kursi.

Baca Juga:

Politik di Pakistan pun menghadapi krisis. Sidang parlemen di hari Minggu kemarin itu penuh dengan trik –saling adu strategi.

Imran hanya bisa menghindari mosi itu dengan satu cara: parlemen harus dibubarkan. Presiden berhak membubarkannya asal ada alasan yang kuat.

Dalam sejarah Pakistan yang sudah 75 tahun memisahkan diri dari India semua pemimpinnya berhenti atau mati tertembak di tengah jalan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News