Nelayan Resahkan Berkurangnya Solar Bersubsidi

Nelayan Resahkan Berkurangnya Solar Bersubsidi
Nelayan Resahkan Berkurangnya Solar Bersubsidi

jpnn.com - PACITAN – Rencana Pertamina untuk mengurangi jatah bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di SPBU mulai Senin (4/8) membuat para nelayan galau. Pengurangan subsidi itu dikhawatirkan berdampak pada biaya perbekalan selama melaut. Pengurangan 20 persen subsidi BBM jenis solar itu meresahkan karena kapal penangkap ikan yang mereka pakai menggunakan solar.

Salah seorang nelayan andon (pendatang) asal Makassar, Sulawesi Selatan, Mochtar mengungkapkan, pengurangan subsidi tersebut otomatis berdampak pada penambahan biaya operasi. ’’Sebab, kami, para nelayan, sangat membutuhkan solar. Kalau subsidi dikurangi dan merambah ke nelayan, otomatis kami terpukul,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Pacitan Minggu (3/8).

Mochtar menjelaskan, jika subsidi solar dikurangi, perbekalan akan naik. Dari awalnya yang hanya Rp 100 juta, setelah ada pengurangan subsidi, harganya bisa naik menjadi Rp 125 juta hingga Rp 150 juta. Dampak lainnya adalah hasil tangkapan para nelayan berkurang. ’’Apalagi, jika sistemnya bagi hasil, kami akan sangat dirugikan,’’ tuturnya.

Mewakili ratusan nelayan lainnya, Mochtar berharap pemerintah mengkaji kembali pengurangan subsidi BBM jenis solar untuk kapal nelayan. Sebab, nelayanlah yang paling merasakan pengurangan subsidi itu. ’’Jangkauan penangkapan yang jauh hingga ke perairan Samudera Hindia dengan waktu yang lama membutuhkan banyak bahan bakar. Namun, itu tidak diikuti dengan kenaikan harga jual hasil tangkapan,’’ jelasnya.

Menurut Mochtar, selama ini, sebelum adanya pengurangan jatah hingga 20 persen, untuk mendapat solar bersubsidi di stasiun bahan bakar nelayan (SPBN) saja sudah susah. Bahkan, mereka harus mengantre berhari-hari hanya untuk mendapat solar agar bisa melaut. ’’Memang nelayan dilarang membeli solar di SPBU. Tetapi, jika mengantongi surat izin, bisa,’’ ungkapnya.

Sementara itu, Bupati Pacitan Indartato menuturkan, pemkab hanya bisa membantu berkoordinasi dengan Pertamina. Dengan kata lain, bila terjadi kelangkaan solar bagi para nelayan, pihaknya akan berusaha meminta bantuan peningkatan pengiriman jatah solar ke daerah. ’’Jika memang kurang, kami akan meminta penambahan jatah ke Pertamina,’’ katanya.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Hiswana Migas Madiun Agus Wiyono menyatakan tidak bisa berbuat banyak terkait dengan masalah itu. Sebab, kebijakan tersebut datang dari pemerintah pusat. Pihaknya hanya berperan sebagai pengusaha SPBU. ’’Kami hanya mengikuti aturan dari surat edaran BPH Migas,’’ ujar Agus.

Meski demikian, untuk mengatasi kondisi tersebut, pihaknya akan membentuk satgas (satuan tugas). Fungsinya, melakukan pemantauan dari dampak pembatasan solar bersubsidi bagi para nelayan hingga 20 persen tersebut. ’’Berdasar hasil rapat, kami sepakat membentuk satgas untuk memantau dampak dari kebijakan yang diterapkan pemerintah berdasar surat edaran BPH Migas. Selain itu, kami berkoordinasi dengan masing-masing pemerintah daerah. Dengan demikian, nanti bisa dilakukan kajian,’’ ungkapnya. (her/eba/JPNN/mas/any)

PACITAN – Rencana Pertamina untuk mengurangi jatah bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di SPBU mulai Senin (4/8) membuat para


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News