Netralitas Koes Plus dan Rasa Gemas Yok Koeswoyo dalam 'Kolam Susu'

Netralitas Koes Plus dan Rasa Gemas Yok Koeswoyo dalam 'Kolam Susu'
Yok Koeswoyo dan Harry Tjahjono. Foto: dokumentasi pribadi Harry Tjahjono untuk JPNN.Com

Namun, Harry menyebut Yok menganggap demokrasi saat ini sudah kebablasan. Di sisi lain saat ada demokrasi, kekayaan alam justru diobral, sementara korupsi menjadi-jadi.

Harry menduga kondisi itu pula yang mendorong Yok Koeswoyo menyuarakan kegelisahannya melalui lirik baru lagu Kolam Susu. "Jiwa seniman Mas Yok sepertinya bergemuruh melihat keadaan sekarang," ulas Harry.

Koes Plus berawal ketika putra-putra R Koeswoyo membentuk band bernama Koes Bersaudara pada 1969 di Kelurahan Sendangharjo, Tuban, Jawa Timur. Saat pertama terbentuk, Koes Bersaudara diawaki Tony Koeswoyo (lead guitar), Yon Koeswoyo (vokal), Yok Koeswoyo (vokal dan bas gitar), serta Nomo Koeswoyo (drum).

Kala itu Koes Bersaudara memainkan lagu-lagu rock 'n roll. Nasib membawa Koes Bersaudara hijrah ke Jakarta dan menjadi figur idola anak-anak muda zaman itu.

“Waktu itu rambut gondrong dan memainkan lagu-lagu Barat dilarang, sedangkan Koes Bersaudara selain semuanya berambut gondrong,  juga membawakan lagu-lagu The Beatles,” ujar Harry.

Koes Bersaudara melahirkan sejumlah hit. Di antaranya Dara Manisku, Pagi yang Indah, dan Bis Sekolah.

Pada 1 Juli 1965, Komando Operasi Tertinggi (KOTI) menangkap Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo. Ketiganya dijebloskan ke Penjara Glodok, Jakarta.

Namun, justru dari Penjara Glodok itulah Koes Bersaudara melahirkan sejumlah hit seperti Di Dalam Bui, Jadikan aku Dombamu, dan Balada Kamar 15.

Tiga personel Koeswoyo Bersaudara pernah dijebloskan ke Penjara Glodok lantaran dianggap memainkan musik 'ngak ngik ngok' yang dinilai kepanjangan tangan neokolonialisme.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News