Obsesi Soesilo Toer, Doktor yang jadi Pemulung Sampah (2)

Obsesi Soesilo Toer, Doktor yang jadi Pemulung Sampah (2)
Soesilo Toer dan lukisan Pramoedya Ananta Toer bersama wartawan Jawa Pos Radar Kudus Noor Syafaatul Udhma di Perpustakaan Pataba Blora. Foto: NOOR SYAFAATUL UDHMA/RADAR KUDUS

Kalau ingin memiliki buku Pram, Soes harus membeli. Padahal, bukunya mahal-mahal. Belum lama ini buku tetralogi pulau Buru dilelang Rp 5 juta. Sedangkan buku berjudul Arus Balik cetakan pertama dijual Rp 14 juta. ”Mau beli?” tanyanya.

Soes mengakui, kemungkinan besar tak akan bisa menyalip kakaknya dalam menerbitkan buku. Karya Pram yang beredar di pasar sudah sekitar 55 judul. Sedangkan Soes baru menerbitkan sekitar 20 judul. Belasan lainnya masih antre untuk dicetak.

Bagi Soes, Pram itu sangat menyayangi adik-adiknya. Tetapi terkontrol dengan ketat. Sekitar tahun 1950, sepeninggal ayahnya, Pram mengambil alih kendali keluarga. Pram membikin peraturan. Seluruh adiknya diwajibkan melaksanakan. Misalnya setelah pulang sekolah, harus makan, tidur, mandi, lalu belajar.

Soes tidak sepakat dengan aturan itu. Setelah sekolah, dia keluyuran. ”Habis tidak ada makanan di rumah. Saya main layangan berjam-jam. Pulang-pulang bawa benang dua hingga tiga meter. Wah senangnya luar biasa,” kenangnya. Tak pelak, dia dimarahi oleh Pram.

Namun, suatu saat kata Soes, Pram mengajak adik-adiknya ke Jakarta. ”Ayo siapa yang mau ikut ke Jakarta,” Soes menirukan gaya Pram. Adik-adiknya antusias. Soes juga demikian. Apalagi, Soes tidak pernah pergi jauh kecuali ke Cepu dan Kudus. Berangkatlah tiga orang. Dia dan dua kakaknya ke Jakarta.

”Waktu berangkat senangnya bukan main. Namun, semakin mendekati Jakarta, saya semakin takut,” katanya sambil mengingat-ingat kejadian lebih dari setengah abad itu. Maklum kehidupan di Jakarta keras.

Selama di Jakarta, Soes hanya diberi uang 10 rupiah sebulan. Untuk biaya sekolah dan membeli buku saja kurang. Betul-betul minim. Padahal, dirinya sudah berhemat. Setiap hari, dia berjalan kaki sekitar 6 km pulang pergi. ”Saya protes. Ini duitnya kurang. Pram menjawab, ya sisanya cari sendirilah,” tuturnya.

Meski mendongkol, Soes menyadari didikan kakaknya benar. ”Nanti akan aku jadikan kalian mister-mister dan dokter-dokter,’’ kata Soes menirukan Pram. Meski bercampur keringat sendiri Soes akhirnya bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi. Bahkan bisa meraih gelar Doktor Ekonomi Politik. Di Rusia lagi.

Soesilo Toer adalah doktor ekonomi politik yang kini menjadi pemulung sampah, merupakan adik kandung Pramoedya Ananta Toer.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News