OK Sulit Ok

OK Sulit Ok
Dahlan Iskan di Masjid Al Rahman, Liverpool. Foto: disway.id

Namun, harga minyak terus turun. Setiap kali harga itu turun, nilai jaminan banknya menjadi tidak cukup lagi. OK Lim harus menambah jaminan. Turun lagi. Tambah jaminan lagi. 

Padahal harga minyak masih turun terus. Dari 50 ke 45. Ke 40. Ke 35. Ke 30. Ke 25. OK Lim pun panik. Beberapa waktu kemudian masih turun lagi menjadi USD 20/barel.

OK Lim tidak kuat lagi. Ia mulai berpikir memainkan angka-angka. Ia panggil direktur keuangan perusahaannya. Ia minta sang direktur membuat pembukuan sesuai yang ia inginkan.

"Kalau ada risikonya saya yang bertanggung jawab," ujar OK Lim kepada bawahannya itu, seperti dilaporkan di media Singapura.

Sang bawahan minta agar perintah itu tidak hanya lisan. Itulah yang kemudian jadi bukti bahwa semua yang dilakukannya atas perintah pemilik perusahaan.
Misalnya, agar perusahaan membuat buku yang tidak senyatanya. Yang mestinya rugi dibuat tetap berlaba.

Labanya dibuat besar, USD 800 juta. Agar tetap bisa mendapat kepercayaan dari bank. Untuk terus menambah kredit.

Langkah besar lainnya: OK Lim menjual stok minyaknya. Dengan harga rugi. Untuk menutup cash flow yang terus memburuk.

Padahal stok itu dijaminkan ke bank. Yang setiap menjualnya harus melapor ke bank. Dan uangnya harus masuk bank.

Ketika masih kecil ia ikut orang tua pindah ke Singapura. Waktu itu Singapura masih semiskin Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News