Ole Gunnar Solskjaer

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ole Gunnar Solskjaer
Ole Gunnar Solskjaer. Foto: Andrew Yates/Reuters

Dosa-dosa Ole tampaknya tidak bisa dimaafkan lagi oleh para penggemar fanatiknya di seluruh dunia. Di pentas kompetisi Eropa pada tengah pekan yang lalu, MU dibuat merah padam mukanya karena kalah 1-2 dari klub Swiss Young Boys.

Kekalahan di ajang Liga Champions Eropa ini betul-betul kekalahan yang memalukan, karena sebagai klub raksasa, MU dikalahkan oleh Young Boys yang kelasnya klub askring (asal keringatan).

Di laga Eropa MU masih punya kesempatan untuk memperbaiki diri, karena kompetisi masih panjang. Masih ada kesempatan untuk membalas Young Boys di pertandingan leg kedua di kandang.

Namun, kekalahan dari Young Boys membawa trauma yang mengerikan, karena tahun lalu MU tersingkir dari babak awal Liga Champions gegara kalah dari klub askring Basaksehir dari Turki.

Di kompetisi Eropa tahun lalu MU berada satu grup dengan Basaksehir, RB Leipzig, dan Paris Saint Germain (PSG). Hitung-hitungan di atas kertas harusnya MU lolos dari fase grup. MU tampil bagus melawan Leipzig di kandang dan bisa mengalahkan PSG di Paris. Namun, karena memble saat melawan Basaksehir, MU gagal lolos ke fase selanjutnya.

Fan MU sangat terpukul oleh kekalahan itu. MU melorot ke kompetisi kelas dua Eropa yang dijuluki sebagai Kompetisi Jumat Malam. Itu pun sampai di final masih bernasib sial lagi. MU kalah adu penalti dari klub Spanyol, Villareal.

Trauma kekalahan dari Young Boys berkembang menjadi parno, karena di Liga Champions tahun ini MU berada satu grup lagi dengan Villareal yang menjadi momok bagi MU. Satu klub lainnya adalah Atalanta, Italia.

Dibanding tetangga dan musuh bebuyutan MU, Manchester City yang berada di grup neraka, Manchester Merah sebenarnya berada di grup terbilang enteng.

Ole Gunnar Solskjaer disebut lebih pantas menjadi guru olahraga daripada menjadi pelatih MU. Ada Zidane, atau Conte.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News