Orang dengan Gangguan Jiwa Bisa Ikut Pemilu, Begini Caranya

Orang dengan Gangguan Jiwa Bisa Ikut Pemilu, Begini Caranya
Pemilu 2019. Ilustrasi: radartegal.com

Dalam hal pendataan, perlakuannya juga sama. "Kami mendata berdasar dokumen kependudukan, yaitu KTP elektronik atau suket (surat keterangan)," ucap mantan komisioner KPU Kalimantan Barat itu.

Dalam hal pendataan ODGJ, pihaknya mendatangi rumah penduduk, rumah sakit jiwa, atau panti-panti yang menangani orang dengan kondisi tersebut.

Bukan asal bertemu ODGJ yang menggelandang, lalu mendatanya. Kendala KPU hanya satu, yakni keterbukaan keluarga.

"Sering kali pihak keluarga tidak mau terbuka kalau ada anggota keluarganya yang merupakan penyandang disabilitas," ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.

Alhasil, sejauh ini KPU hanya berhasil mendata sekitar 400 ribu penyandang disabilitas. Padahal, sejumlah organisasi pembela hak penyandang disabilitas menyebut angka dua juta lebih.

Tidak mungkin KPU memaksa pihak keluarga mengakui ada penyandang disabilitas. Prosedur standarnya, petugas coklit hanya menanyakan apakah ada penyandang disabilitas di rumah tersebut. Bila ada, baru didata jenis disabilitasnya. Bila pemilik rumah mengatakan tidak ada, petugas coklit juga tidak akan bertanya lebih lanjut. Seluruhnya akan dicatat pada daftar pemilih umum.

Dari data yang ada, jumlah penyandang disabilitas mental juga tidak bisa disebut signifikan. "Informasi yang saya terima sekitar 5.000-an," ujar Komisioner Bawaslu Mochammad Afifuddin. Hingga saat ini, KPU terus memperbaiki daftar pemilih yang ada sebelum ditetapkan pada pertengahan Desember mendatang.

Afifuddin mengingatkan, tugas KPU hanya memasukkan pemilih yang memenuhi syarat administratif ke dalam daftar pemilih, siapa pun itu.

Bila nanti dokter menyatakan yang bersangkutan menderita gangguan jiwa berat maka hak pilihnya juga tidak wajib digunakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News