'OTT Recehan', Fadli Zon: Itu Level Polsek juga Bisa

'OTT Recehan', Fadli Zon: Itu Level Polsek juga Bisa
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Senayan, Jakarta, Selasa (28/6). Foto: M Fathra/JPNN.com Ilustrasi by: M Fathra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sindiran operasi tangkap tangan atau OTT recehan muncul setelah KPK menangkap Kasi III Intelijen Kejati Bengkulu Parlin Purba, yang diduga menerima suap dari pejabat pembuat komitmen BWWS VII Bengkulu Amin Anwari (AAN) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi (MSU).

Pasalnya dalam OTT itu KPK hanya mengamankan Rp 10 juta. Meskipun KPK menduga sebelumnya sudah ada penyerahan Rp 150 juta terkait pengumpulan bahan keterangan soal proyek-proyek di Bengkulu.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, seharusnya KPK itu bekerja dalam rangka untuk menindak grand corruption atau korupsi besar.

"Ini masak jauh-jauh sampai Bengkulu (tapi OTT kecil), ongkosnya saja berapa? Kan seharusnya yang dilakukan KPK adalah yang grand corruption," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).

Misalnya, Fadli mencontohkan, kasus korupsi Bantuan Lukuiditas Bank Indonesia (BLBI), pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dan lainnya itu yang harus diberantas KPK. Kalau petite corruption itu bisa dilakukan di level Kepolisian Sektor (Polsek) saja.

"Ya memang korupsi itu bisa dilakukan siapa saja, baik itu korupsi besar dan korupsi kecil. Nah tugas KPK itu grand corruption, kalau yang kecil itu mah Polsek bisa," katanya.

Nah, Fadli mengatakan, kalau ada pandangan bahwa OTT KPK itu recehan, harusnya lembaga antikorupsi ini menerima sebagai masukan, evaluasi atau introspeksi. "Kami saat ini melihat kasus-kasus seperti Sumber Waras saja mereka defensive, membela. Kasus-kasus reklamasi saja tidak jelas," katanya. (boy/jpnn)


Sindiran operasi tangkap tangan atau OTT recehan muncul setelah KPK menangkap Kasi III Intelijen Kejati Bengkulu Parlin Purba, yang diduga menerima


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News