Pajak Sembako

Pajak Sembako
Dahlan Iskan. Foto: disway.id

Selama pandemi, ujar Yustinus, pemerintah justru telah begitu banyak memberikan keringanan pajak.

"Sekarang ini kami lagi memikirkan bagaimana pajak setelah tidak ada pandemi," ujar Yustinus.

Yustinus itu orang Gunung Kidul. Sekolahnya di SMAN 1 Wonosari. Ayahnya guru SD. Yustinus lantas mendapat bea siswa masuk STAN Jakarta.

Begitu lulus ia harus menjadi pegawai negeri. Tugas awalnya di Ditjen Pembinaan BUMN –sebelum ada kementerian BUMN– lalu ke Ditjen Pajak.

Setelah beasiswanya terbayar, dia berhenti dari pegawai negeri. Yustinus mendirikan LSM perpajakan: CITA –Center for Indonesia Taxation Analysis.

Yusnitus produk lokal murni. Ia memiliki dua gelar master: Administrasi Publik dari Universitas Indonesia dan master filsafat dari STF Driyarkara.

Praktis semua penjelasan tentang heboh pajak ini hanya datang dari Yustinus. Rupanya kementerian keuangan hanya menugaskan Yustinus untuk satu itu.

Media juga kelihatan senang berhubungan dengan Yustinus –justru karena terasa tidak terlalu defensif. Banyak penjelasannya bernilai ''layak dikutip'' di media.

Sebutan pajak sembako sendiri ternyata juga rujak sentul. Yang akan dipajaki itu ternyata sembako premium.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News