Pakar Pertanyakan Perubahan Nilai Kerugian Negara Kasus Surya Darmadi

Pakar Pertanyakan Perubahan Nilai Kerugian Negara Kasus Surya Darmadi
Yenti Garnasih. Foto: Dok. JPNN.com

“Kemudian, penghitungan-penghitungan saya dengarkan dari ahlinya ternyata ada, kita harus melek hukum juga bahwa kalau ada seperti ini, lingkungan dirusak, pemulihan hak atas hutan itu kondisi tanahnya harus kembali semula. Itu dihitung, reboisasinya berapa?. Kemudian setelah diuntungkan, berapa keuntungan yang ada itu harus disita dan itu digunakan apa aliran TPPU. Katanya ada 18 ahli yang akan dihadirkan di sidang, bukan hanya ahli korupsi dan TPPU, tapi ada ahli dari BPKP, ahli kehutanan, dan ahli lingkungan,” kata dia.

Menurutnya, jika ada oknum yang melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kekuasaan kemudian ada orang diuntungkan baik dirinya atau orang lain, itu pasti menimbulkan kerugian negara.

“Karena ditulis harus ada kerugian negara, jadi harus dihitung dan perhitungan itu memperlama (proses hukum). Jadi menurut saya, hitung-hitungannya seperti itu kita kawal saja. Awalnya berapa? Sekarang berapa?, Baru tahu saat dakwaan menjadi Rp84 triliun. Ya itu harus dijelaskan saja. Makanya jangan dirilis dulu kalau belum jelas, tapi nanti akan kita dengarkan (di sidang),” kata dia.

Dikatakannya, cara melakukan penghitungan memang selayaknya dari BPKP. Dia berharap Kejaksaan tidak terburu-buru mengumumkan kerugian negara, jika perhitungannya belum rampung.

“Nanti malah menimbulkan kecurigaan kan. nggak boleh berubah-ubah gitu, nanti saja diumumkannya, kalau sudah dakwaan Jaksa Penuntut Umum, jadi jangan suka membocorkan yang belum pasti. Meskipun, kita harus awasi. Jangan-jangan enggak diumumkan malah dipotong, hilang sitaannya,” kata dia.

Ia juga berharap Kejaksaan juga tidak menyita aset-aset jika belum pasti hal itu sebagai barang bukti korupsi. Jaksa Agung, kata dia, memang lebih berani, tetapi jangan konyol dan malah menimbulkan kecurigaan.

Jika memang perusahaan Duta Palma tidak bisa menggaji karyawan karena disita Kejaksaan, lanjut Yenti, maka harus dipisahkan uang perusahaan yang sah dan uang perusahaan yang diduga hasil kejahatan.

“Kalau memang ada uang perusahaan sendiri, ya itu haknya. Tetapi, kalau itu ternyata perusahaan hasil kejahatan dan orang minta gaji ya enggak mungkin kan. Makanya, DPR harus segera memiliki UU perampasan aset, sehingga nanti disitu diaturnya,” kata Yenti.

Surya Darmadi alias Apeng didakwa telah merugikan perekonomian negara akibat bisnis perkebunan kelapa sawit yang dilakukan perusahaannya di Riau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News