Pancasila Sakti

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pancasila Sakti
Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta Timur. Monumen tersebut merupakan penanda tentang peristiwa G30S/PKI. Foto: Ricardo/JPNN.com

Dari pengembaraan intelektual yang luas itu Bung Karno kemudian merumuskan 5 pokok pemikiran yang dijadikannya sebagai dasar negara dan menyebutnya sebagai Panca Sila. 

Dari berbagai khazanah pemikiran besar itu, Bung Karno merumuskan 5 hal pokok, yaitu ketuhanan, kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan sosial.

Para founding fathers anggota badan persiapan kemerdekaan (BPUPKI), yang bertugas merumuskan dasar negara menjelang kemerdekaan, bersepakat dengan rumusan Bung Karno yang diungkapkannya pada pidato 1 Juni 1945, yang kemudian diklaim sebagai hari lahirnya Pancasila. 

Urutan 5 dasar itu bervariasi. Bung Karno menempatkan asas ketuhanan itu pada bagian akhir, tetapi para pemimpin Islam, seperti Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimejo meminta supaya asas ketuhanan ditempatkan pada posisi tertinggi di sila pertama.

Pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan bertemu untuk melakukan finalisasi rumusan dasar negara. 

Pada pertemuan itu disepakati pada sila pertama ditambahkan tujuh kata, sehingga bunyi lengkapnya ‘’ketuhanan disertai kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluknya’’. 

Oleh Muhammad Yamin rumusan ini dinamakan ‘’Piagam Jakarta’’ dan disetujui oleh para anggota, termasuk A.A Maramis yang mewakili unsur non-muslim dan luar Jawa.

Akan tetapi, dalam rapat pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, tujuh kata pada sila pertama itu menjadi perdebatan keras. 

Sebagai ideologi yang terbuka dan inklusif, Pancasila tidak bisa didaku oleh satu kelompok saja dan kemudian melakukan eksklusi terhadap kelompok lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News