Paradoks Sepakbola & Politik

Paradoks Sepakbola & Politik
Paradoks Sepakbola & Politik
SIAPA sih yang hebat? Irfan Bachdim, striker timnas PSSI di Piala AFF itukah, Conzales, Firman, Bambang Pamungkas, dan pemain bintang lainnya atau publik penonton dan masyarakat sepakbola Indonesia? Anda, pembaca lah yang menjawabnya.

Tetapi harus diakui bahwa peranan penonton, baik langsung di Gelora Bung Karno (GBK) maupun melalui layar televisi dari Sabang hingga Merauke berlakon  sangat besar. Antusiasme penonton itu tanpa kotak-kotak politik, tulus sepenuh hati dengan tepuk tangan dan sorak sorai yang menyemangati anak-anak asuhan pelatih Alfred Riedl tersebut.

Seandainya antusiasme itu mendominasi suasana kita berbangsa dan bernegara, barangkali, program kabinet dan kinerja DPR semakin berkenan di hati rakyat. Berkenan karena para aktor dan elit Negara dan politik itu kian bergairah, karena apa yang dilakukannya dielu-elukan publik, sebagaimana penonton GBK memberikan hatinya kepada Firman cs.

Dalam praktik komunikasi empirik, hubungan aktor dan rakyat itu dikenal. Lakon Bengkel Teater Rendra kian imajiner ketika dalam suatu adegan puncak Rendra menampilkan gesture dan pause acting yang memukau. Apalagi volume vokalnya menaik dan semakin menaik dan menaik, sebelum kemudian drop, antiklimaks. Mungkin hanya gumam atau bisikan. Tapi akibatnya gemuruh bertepuk tangan.

SIAPA sih yang hebat? Irfan Bachdim, striker timnas PSSI di Piala AFF itukah, Conzales, Firman, Bambang Pamungkas, dan pemain bintang lainnya atau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News