Paradoks Sepakbola & Politik

Paradoks Sepakbola & Politik
Paradoks Sepakbola & Politik
Tunggu dulu. Bukankah itu sebuah sukses? Justru akan dinilai gagal manakala kasus korupsi semakin sedikit yang terungkap padahal reformasi birokrasi belum terselenggara dengan baik, bahkan masih jauh panggang dari api.

Resumenya, penegakan hukum telah bekerja dan akan terus bekerja. Jangan kaget jika akan semakin kasus korupsi yang terungkap di masa depan. Mungkin, memang tidak drastis. Korupsi habis dalam tempo sekejab? Mustahil.

Ekspektasi public mungkin terlalu besar. Bagus-bagus saja sehingga menjadi cemeti bagi pemerintahan SBY untuk bergerak tahap demi tahap dengan tren yang kian baik. Pula penegakan hukum tak seperti perang yang tinggal menembakkan peluru untuk membunuh musuh. Selalu ada proses, apalagi sistem  meja hijau mengenal hirarki dari tingkat pertama hingga kasasi bahkan peninjauan kembali.

Kita harus belajar dari lapangan hijau tatkala timnas memenangkan empat pertarungan melawan Malaysia, Laos, Thailand dan Filipina. Dukungan semua stasiun televisi, infotainment, media radio, dotcom, termasuk fans sepakbola dari berbagai lapisan social, termasuk selebritis dan gadis-gadis cantik, penonton berjubel adalah sesuatu yang tak dimiliki pentas politik di negeri ini.

SIAPA sih yang hebat? Irfan Bachdim, striker timnas PSSI di Piala AFF itukah, Conzales, Firman, Bambang Pamungkas, dan pemain bintang lainnya atau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News