Pecat Hakim MK, DPR Sedang Memperagakan Kekuasaan yang Melanggar UU
jpnn.com, JAKARTA - Setara Institute menilai DPR telah melanggar undang-undang karena mencopot hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto. Langkah DPR mencopot Aswanto juga telah merusak independensi hakim dan kelembagaan MK.
"Pencopotan Hakim Konstitusi Aswanto dari jabatan sebagai hakim konstitusi oleh DPR adalah peragaan politik kekuasaan yang melanggar UU dan merusak independensi hakim dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," kata Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani dalam keterangannya, Jumat (30/9).
Ismail menjelaskan sesuai dengan UU MK, mekanisme pemberhentian jabatan hakim konstitusi dilakukan saat periode yang bersangkutan telah habis. Selain itu, hakim konstitusi mencapai usia 70 tahun sebagaimana norma yang dibuat sendiri oleh DPR dalam revisi ketiga UU MK.
Pemberhentian di tengah masa jabatan hanya bisa dilakukan jika hakim konstitusi tersandung pelanggaran etik atau melakukan tindak pidana.
"Pemberhentian hanya bisa dilakukan melalui leputusan Dewan Etik Mahkamah Konstitusi," tegasnya.
Untuk itu, langkah DPR mencopot Aswanto sebagai hakim konstitusi dan menggantinya dengan Sekjen MK Guntur Hamzah telah mengabaikan seluruh ketentuan yang tercantum.
Menurut Ismail pernyataan Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul soal pencopotan Aswanto sebagai hakim MK bukan hanya keliru tetapi juga merusak institusi MK.
Diketahui, Bambang Pacul menyebut salah satu penyebab Aswanto dicopot dari jabatannya sebagai hakim MK karena banyak produk undang-undang yang dibuat DPR yang justru dibatalkan oleh Aswanto.
Sesuai dengan UU MK, mekanisme pemberhentian jabatan hakim konstitusi dilakukan saat periode yang bersangkutan telah habis.
- Maraton Pilpres
- Setelah Sengketa Pilpres 2024, MK Bersiap Menyidangkan PHPU Pileg
- Hidayat Nur Wahid Soroti Dissenting Opinion 3 Hakim MK, Begini Catatannya
- Sesuai Dengan Putusan MK, Mayoritas Responden Tolak Pilpres 2024 Ulang
- Ibas Sambut Baik Putusan MK: Selamat untuk Prabowo-Gibran
- Apresiasi Putusan MK, AHY: Pimpinan Hadapi Tekanan dan Beban Luar Biasa