Peliknya Menangani Musibah Nuklir karena Gempa, Belajar dari Jepang

Melebihi Ketakutan yang Disebabkan Bencana Nuklir Chernobyl

Peliknya Menangani Musibah Nuklir karena Gempa, Belajar dari Jepang
Seorang petugas pemantau sedang menguji makanan dari kemungkinan tercemar radiasi nuklir akibat bocornya PLTN Fukushima. Foto : Rohman Budijanto/Jawa Pos

Kerepotan di Murakami itu bagian dari "kerepotan nasional" untuk menepis kecemasan atas efek bencana PLTN di Prefektur Fukushima. Bencana nuklir tersebut memang membuat Jepang tak sama lagi dalam memandang teknologi nuklir. Sebagai negara yang menjadi korban terorisme bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, Jepang memang sempat memercayakan energinya kepada teknologi nuklir.

Hingga kini, ada 54 reaktor nuklir di Negeri Sakura dan memproduksi 40 persen tenaga listrik untuk kebutuhan dalam negeri.Kini kepercayaan itu berubah menjadi ketakutan. Setelah bencana PLTN Fukushima, tinggal satu PLTN yang beroperasi, yakni Tomari No. 3 milik Hokkaido Electric Power Company.

Itu pun akan berhenti beroperasi bulan depan dengan alasan untuk perawatan rutin 13 bulanan. "Saat ini ada kewajiban untuk melakukan stress test (uji tekanan kedaruratan, Red) sebelum mendapat izin restart dari pemerintah," kata Masaru Sato, asisten press secretary di Deplu Jepang via e-mail kepada Jawa Pos Kamis (12/4) lalu. 

 

Selain itu, diperlukan persetujuan warga setempat untuk beroperasi lagi. Itulah yang sulit didapat kini. Sekarang Jepang bergantung kepada energi fosil yang mahal untuk menghasilkan energi. Dan, semua diimpor karena perut bumi Jepang tak kaya migas.

Gempa di Aceh mengingatkan betapa wilayah Indonesia labil. Persis dengan Jepang. "Untunglah" Indonesia tidak punya reaktor nuklir. Wartawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News