Peliknya Menangani Musibah Nuklir karena Gempa, Belajar dari Jepang
Melebihi Ketakutan yang Disebabkan Bencana Nuklir Chernobyl
Minggu, 15 April 2012 – 00:45 WIB
Kerepotan di Murakami itu bagian dari "kerepotan nasional" untuk menepis kecemasan atas efek bencana PLTN di Prefektur Fukushima. Bencana nuklir tersebut memang membuat Jepang tak sama lagi dalam memandang teknologi nuklir. Sebagai negara yang menjadi korban terorisme bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki, Jepang memang sempat memercayakan energinya kepada teknologi nuklir.
Hingga kini, ada 54 reaktor nuklir di Negeri Sakura dan memproduksi 40 persen tenaga listrik untuk kebutuhan dalam negeri.Kini kepercayaan itu berubah menjadi ketakutan. Setelah bencana PLTN Fukushima, tinggal satu PLTN yang beroperasi, yakni Tomari No. 3 milik Hokkaido Electric Power Company.
Itu pun akan berhenti beroperasi bulan depan dengan alasan untuk perawatan rutin 13 bulanan. "Saat ini ada kewajiban untuk melakukan stress test (uji tekanan kedaruratan, Red) sebelum mendapat izin restart dari pemerintah," kata Masaru Sato, asisten press secretary di Deplu Jepang via e-mail kepada Jawa Pos Kamis (12/4) lalu.
Selain itu, diperlukan persetujuan warga setempat untuk beroperasi lagi. Itulah yang sulit didapat kini. Sekarang Jepang bergantung kepada energi fosil yang mahal untuk menghasilkan energi. Dan, semua diimpor karena perut bumi Jepang tak kaya migas.
Gempa di Aceh mengingatkan betapa wilayah Indonesia labil. Persis dengan Jepang. "Untunglah" Indonesia tidak punya reaktor nuklir. Wartawan
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor