Pembangunan Papua Disebut Mulai Selaras dengan Daerah Lain

Pembangunan Papua Disebut Mulai Selaras dengan Daerah Lain
Stadion Lukas Enembe yang dipilih menjadi lokasi pembukaan dan penutupan PON XX Papua 2021. Foto: Kemenparekraf

Azas ini diakui dalam hukum internasional dan sudah dipraktekan secara luas diberbagai negara.

Azas ini pada intinya mengatur bahwa "batas wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah sebelum negara tersebut merdeka".

Konsekuensi logis dari azas tersebut dikaitkan dengan masalah Papua barat otomatis beralih status nya menjadi bagian wilayah Republik Indonesia sejak saat proklamasi 17 Agustus 1945. 

Oleh karena itu, pakar hukum Internasional Prof Dr. Eddy Pratomo menyatakan adanya gerakan upaya KSTP menggaungkan perlunya referendum tidak ada dasarnya.  

Keinginan segelintir kelompok untuk referendum bagi Papua bukan lagi penentuan nasib sendiri namun masuk kategori separatisme. 

"Bukan hanya hukum nasional yang melarang referendum bagi Papua, melainkan juga hukum internasional," kata mantan dubes Jerman yang saat ini menjadi Dekan Fakultas Hukum Univesitas Pancasila tersebut. 

Menurutnya, referendum bagi penentuan nasib sendiri hanya dapat dilakukan dalam konteks kolonialisme dan ini sudah dilakukan oleh Papua bersama seluruh wilayah NKRI lainnya bersama-sama pada tanggal 17 Agustus 1945.

Terkait konteks Self Determination dalam hukum internasional, bahwa suatu entitas dapat memisahkan diri dari negara hanya terbatas untuk negara kolonial yang digunakan untuk eksploitasi, dan bukan untuk negara berdaulat.

Keberhasilan pelaksanann ajang PON melahirkan rasa nasionalisme di kalangan masyarakat Papua

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News