Pemberangusan Serikat Pekerja, Momok Jurnalis di 2009
Rabu, 06 Januari 2010 – 19:05 WIB
JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat, tahun 2009 merupakan tahun yang cukup suram untuk hak berserikat kaum wartawan. "Kasus-kasus pemberangusan atau pembatasan serikat pekerja (union busting, Red) di sejumlah media, membuat kita prihatin," ujar Wahyu Dhyatmika, Ketua AJI Jakarta, Rabu (6/1). Kasus pailit yang menimpa Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada November 2009 lalu, juga menjadi sorotan AJI. Untunglah, kata Wahyu lagi, palu keadilan Mahkamah Agung masih berpihak kepada para karyawan media tersebut.
Wahyu mengatakan, padahal tanpa organisasi, jurnalis tidak mempunyai posisi tawar di hadapan manajemen untuk menegosiasikan kesejahteraan yang lebih baik. "(Makanya) kami menyerukan pemilik media di Jakarta untuk mulai memberi ruang pada serikat pekerja media. Kehadiran serikat pekerja bukanlah momok untuk manajemen. Sudah saatnya fakta terang-benderang ini disadari," lanjutnya.
Baca Juga:
Wahyu pun menambahkan, situasi ini makin suram, mengingat bahwa sampai saat ini upah jurnalis di Jakarta masih jauh dari standar upah layak versi AJI Jakarta, yakni Rp 4,5 juta/bulan untuk jurnalis lajang dengan masa kerja 1 (satu) tahun. Jika kondisi kesejahteraan jurnalis belum juga diperbaiki, katanya lagi, maka akan sulit mengharapkan profesionalisme dan penegakan kode etik yang maksimal.
Baca Juga:
JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat, tahun 2009 merupakan tahun yang cukup suram untuk hak berserikat kaum wartawan. "Kasus-kasus
BERITA TERKAIT
- Lemkapi Minta Polisi Selediki Penyebab Brigadir RAT Bunuh Diri
- Srikandi Indra Karya Terus Mendorong Kesetaraan Gender
- Ikhtiar PIS Menekan Dampak Pemanasan Global
- Honorer Tendik Tercecer Minta Ikut Seleksi PPPK 2024, Pakai Data Dapodik
- Sengketa Kepemilikan Akun Lambe Turah Usai, Majelis Hakim Putuskan Pemilik Asli
- Pemeriksa Pajak Diduga Melanggar Dasar Hukum Tata Cara Pemeriksaan