Pemberdayaan Negara Tiada Akhir

Pertama, pengusaha jeli melihat kebutuhan tertentu dari sekelompok kelas dalam masyarakat (atas dasar kemampuan ekonomis) yang menginginkan beras berkualitas (enak, pulen, bersih, utuh, dll) berapapun selisih harga jual dengan beras di pasaran umum.
Kedua, preferensi yang muncul dari segmen tertentu tersebut oleh pengusaha dilayani dengan melihat adanya beras yang dikatakan kelas premium.
Yakni kualitas hasil sosoh, kualitas rasa dan aroma, kualitas pengepakan.
Usaha yang dilakukan oleh pengusaha adalah dengan cara memproses beras yang diproduksi di tingkat petani agar masuk dalam kategori yang dipersyaratkan oleh calon pembeli berkelas premium juga.
Tentu saja untuk menciptakan beras berkelas premium tidak semua produksi petani bisa memenuhi persyaratan tersebut.
Artinya tidak semua petani produser beras dalam jangkauan wilayah kerja pengusaha ikut menikmati keuntungan menjadi rekanan pengusaha.
Di wilayah sekitar salah satu lokasi pabrik-pabrik beras premium tersebut (wilayah Sragen) sudah mulai muncul segmentasi petani yang dianggap sebagai penyetor pabrik (atas dasar standar mutu gabah) dengan petani nonpenyetor.
Keriga, pengusaha melihat peluang adanya teknologi pendukung penciptaan kualitas beras premium.
Gonjang-ganjing pro dan kontra beras premium ‘mak nyuss’ yang dikemas dalam berbagai merek menarik di berbagai toko swalayan masih terus
- Wamentan Sudaryono Kunjungi Pusat Pertanian di Belanda, Ini Tujuannya
- Kementan Kukuhkan Young Ambassador Agriculture 2025 & Duta Brigade Pangan Inspiratif
- Mentan Amran Sebut Produksi Beras Melonjak, Ini Angka Tertinggi
- Wamentan Sudaryono Optimistis Indonesia Jadi Lumbung Pangan Dunia
- Kementan Cetak Petani Muda, Indonesia Jadi Role Model Global
- Mentan Amran dan Wamentan Sudaryono Jadi Ujung Tombak Mencapai Swasembada Pangan