Pemberdayaan Negara Tiada Akhir
Pertama, pengusaha jeli melihat kebutuhan tertentu dari sekelompok kelas dalam masyarakat (atas dasar kemampuan ekonomis) yang menginginkan beras berkualitas (enak, pulen, bersih, utuh, dll) berapapun selisih harga jual dengan beras di pasaran umum.
Kedua, preferensi yang muncul dari segmen tertentu tersebut oleh pengusaha dilayani dengan melihat adanya beras yang dikatakan kelas premium.
Yakni kualitas hasil sosoh, kualitas rasa dan aroma, kualitas pengepakan.
Usaha yang dilakukan oleh pengusaha adalah dengan cara memproses beras yang diproduksi di tingkat petani agar masuk dalam kategori yang dipersyaratkan oleh calon pembeli berkelas premium juga.
Tentu saja untuk menciptakan beras berkelas premium tidak semua produksi petani bisa memenuhi persyaratan tersebut.
Artinya tidak semua petani produser beras dalam jangkauan wilayah kerja pengusaha ikut menikmati keuntungan menjadi rekanan pengusaha.
Di wilayah sekitar salah satu lokasi pabrik-pabrik beras premium tersebut (wilayah Sragen) sudah mulai muncul segmentasi petani yang dianggap sebagai penyetor pabrik (atas dasar standar mutu gabah) dengan petani nonpenyetor.
Keriga, pengusaha melihat peluang adanya teknologi pendukung penciptaan kualitas beras premium.
Gonjang-ganjing pro dan kontra beras premium ‘mak nyuss’ yang dikemas dalam berbagai merek menarik di berbagai toko swalayan masih terus
- Kementan Tambah Alokasi Pupuk Bersubsidi untuk NTB, Petani Kini Bisa Tebus Pakai KTP
- Kementan Meluncurkan Kawasan HDDAP 10.000 Hektar di 13 Kabupaten
- Saat Stafsus SYL dari NasDem Minta Dana Sembako ke Kementan
- Kementan Sampai Gelembungkan Anggaran Ongkosi SYL ke Luar Negeri
- Perbanyak Petani Milenial, Kementan Ingin Genjot Produksi Pangan
- Kementan Komitmen Suskseskan UPPO-Biogas, Konservasi Air, hingga Modernisasi Pertanian